Layanan internet satelit Starlink dilaporkan mengalami gangguan besar pada Senin (15/9/2025) malam waktu Indonesia. Ribuan pengguna dari berbagai negara melaporkan tidak bisa mengakses layanan internet mereka secara tiba-tiba.
Pihak SpaceX, perusahaan milik Elon Musk yang mengoperasikan Starlink, mengonfirmasi adanya masalah teknis.
“Starlink saat ini sedang mengalami putus layanan. Tim kami sedang melakukan penyelidikan,” tulis perusahaan itu melalui situs resminya.
Ribuan Laporan Gangguan di Seluruh Dunia
Website pelacak layanan internet Downdetector mencatat lonjakan laporan dari pengguna Starlink. Hingga pukul 11.30 WIB, hampir 50.000 laporan masuk dari wilayah Amerika Serikat saja.
Di Indonesia, laporan gangguan juga muncul, meskipun jumlahnya relatif kecil. Beberapa pengguna mengeluhkan internet yang tiba-tiba tidak dapat digunakan meski perangkat menunjukkan status terhubung.
Gangguan ini terjadi serentak di sejumlah negara lain, termasuk Eropa dan Asia. Meski begitu, SpaceX belum memberikan keterangan detail mengenai penyebab pasti terhentinya layanan.
Apa Itu Starlink dan Mengapa Penting?
Starlink adalah layanan internet berbasis satelit orbit rendah (LEO/Low Earth Orbit). Teknologi ini memungkinkan akses internet di daerah terpencil, pegunungan, hingga laut lepas—lokasi yang selama ini sulit dijangkau jaringan kabel atau menara seluler.
Sejak diluncurkan pada 2019, Starlink berkembang pesat dengan lebih dari 8.000 satelit yang sudah mengorbit Bumi. Menurut data NASA, konstelasi satelit orbit rendah ini adalah yang terbesar dalam sejarah, dan menjadi tulang punggung layanan internet global milik SpaceX.
Di Indonesia, Starlink mulai dikenal publik sejak resmi beroperasi pada 2024, meski izinnya terbatas pada kategori ISP dan Jartup Vsat. Artinya, Starlink hanya bisa dipakai melalui antena parabola, bukan langsung di ponsel.
Ekspansi Starlink ke Layanan Seluler
Gangguan ini datang di tengah langkah besar SpaceX memperluas bisnis internet satelit mereka.
Awal September lalu, SpaceX menandatangani kesepakatan senilai US$17 miliar dengan EchoStar, pemilik Boost Mobile di Amerika Serikat.
Dengan kerja sama ini, pelanggan Boost Mobile bisa menggunakan layanan Starlink Direct-to-Cell, yaitu internet satelit yang langsung terhubung ke ponsel tanpa antena tambahan.
Presiden sekaligus COO SpaceX, Gwynne Shotwell, menyebut langkah ini akan mengubah peta industri telekomunikasi global.
“Dengan spektrum eksklusif, SpaceX akan mengembangkan satelit Starlink Direct to Cell generasi berikutnya, menghadirkan perubahan kinerja signifikan dan meningkatkan jangkauan pelanggan di mana pun,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang dikutip Reuters (9/9/2025).
Teknologi “Laser” untuk Internet Global
Salah satu keunggulan Starlink generasi baru adalah penggunaan koneksi antar-satelit berbasis laser. Teknologi ini memungkinkan data dikirim langsung antar satelit tanpa harus turun ke stasiun bumi terlebih dahulu.
Dengan cara itu, kapasitas jaringan bisa meningkat lebih dari 100 kali lipat dibanding sistem lama. Bahkan, menurut analisis SpaceX, satelit generasi baru bisa berfungsi layaknya “menara seluler di angkasa” yang menyelimuti hampir seluruh permukaan Bumi.
Sejak 2024, sekitar 600 satelit telah diluncurkan khusus untuk mendukung layanan Direct-to-Cell ini. Namun, pengguna di Indonesia belum bisa mencicipi teknologi tersebut karena terbentur regulasi perizinan.
Posisi Indonesia dalam Peta Layanan Starlink
Meski Starlink sudah resmi beroperasi di Indonesia, layanannya masih terbatas.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hanya memberikan izin pada dua kategori: penyedia jasa internet (ISP) dan penyelenggara jaringan tertutup (Jartup Vsat).
Artinya, layanan Direct-to-Cell yang kini ramai diperbincangkan di Amerika Serikat belum bisa hadir di tanah air. Pelanggan di Indonesia tetap membutuhkan perangkat parabola Starlink untuk bisa terhubung.
Namun, bagi wilayah terpencil yang belum tersentuh serat optik, Starlink dianggap solusi praktis. Beberapa desa di Papua, Maluku, dan Kalimantan sudah mulai memanfaatkan layanan ini untuk sekolah, layanan kesehatan, hingga aktivitas pemerintahan.
Gangguan Massal, Dampak Sementara
Hingga artikel ini ditulis, belum ada laporan resmi mengenai penyebab pasti gangguan Starlink. SpaceX hanya menyatakan tim teknis sedang melakukan investigasi.
Di sisi lain, pengguna mengungkapkan kekhawatiran mereka di media sosial. Sejumlah warganet di platform X (Twitter) menulis bahwa mereka baru menyadari betapa bergantungnya aktivitas sehari-hari pada internet satelit tersebut, terutama di wilayah yang tidak memiliki alternatif jaringan lain.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri menegaskan bahwa fenomena cuaca antariksa tidak tercatat sebagai penyebab gangguan kali ini. “Tidak ada aktivitas badai geomagnetik signifikan pada 15 September 2025 yang berpotensi mengganggu satelit komunikasi,” tulis BMKG dalam laporan cuaca antariksa terbaru.
Apa yang Bisa Dipelajari?
Kasus gangguan global ini mengingatkan bahwa infrastruktur digital modern, sekuat apa pun, tetap memiliki titik rentan.
Starlink yang selama ini dikenal stabil ternyata juga bisa mengalami gangguan massal. Hal ini memicu perdebatan tentang pentingnya redundansi sistem komunikasi, terutama bagi daerah yang hanya bergantung pada satu sumber internet.
Bagi pemerintah dan masyarakat, insiden ini menjadi alarm untuk memastikan ketersediaan lebih dari satu jalur koneksi—baik melalui satelit lain, kabel serat optik, maupun jaringan seluler.
Penutup
Starlink mungkin sedang menghadapi ujian besar dengan gangguan global kali ini. Namun, terlepas dari masalah teknis sementara, layanan internet berbasis satelit orbit rendah tetap dianggap sebagai solusi masa depan konektivitas global.
Dengan terus berkembangnya teknologi Direct-to-Cell, dan dukungan dari ribuan satelit yang mengitari Bumi, layanan ini berpotensi menutup kesenjangan digital di banyak wilayah terpencil.
Sementara itu, pengguna hanya bisa menunggu kabar resmi dari SpaceX mengenai kapan layanan kembali normal. Seperti biasa, dunia digital tidak pernah benar-benar berhenti, meski sinyal satelit sempat menghilang sejenak.