Nvidia – Larangan terbaru dari pemerintah Tiongkok menandai babak baru dalam persaingan teknologi global. Regulator internet negara itu, Administrasi Dunia Maya Tiongkok (CAC), pekan ini menginstruksikan sejumlah raksasa teknologi seperti ByteDance, Alibaba, dan Baidu untuk menghentikan pengujian sekaligus pembelian chip kecerdasan buatan (AI) Nvidia.
Keputusan ini mempertegas langkah Beijing dalam memperkuat industri semikonduktor dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan pada produsen asal Amerika Serikat.
Latar Belakang Ketegangan Teknologi
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan Tiongkok dan Amerika Serikat semakin tegang, terutama dalam bidang teknologi tinggi. Washington sudah lebih dulu melarang ekspor chip AI paling canggih ke Tiongkok, termasuk seri andalan Nvidia seperti A100 dan H100.
Sebagai respons, Nvidia merancang produk khusus untuk pasar Tiongkok, salah satunya RTX Pro 6000D, yang diumumkan pada Juli lalu. Chip ini disebut bisa digunakan untuk kebutuhan manufaktur otomatis maupun pengembangan AI. Namun, harapan Nvidia untuk tetap mempertahankan pangsa pasar di China kini kembali kandas setelah adanya larangan resmi dari CAC.
Menurut laporan Financial Times, beberapa perusahaan teknologi besar di Tiongkok bahkan sudah berencana memesan puluhan ribu unit chip tersebut sebelum regulator turun tangan.
Alasan di Balik Larangan
Sumber yang mengetahui kebijakan ini menyebutkan, keputusan Beijing muncul setelah regulator menyimpulkan bahwa chip buatan dalam negeri sudah memiliki performa setara dengan produk Nvidia yang masih diizinkan di China.
Pemerintah juga ingin mempercepat transisi industri lokal agar tidak lagi bergantung pada produsen Amerika. Langkah ini sejalan dengan strategi “self-reliance” Tiongkok di sektor semikonduktor, yang dianggap vital dalam perlombaan AI global.
Seorang eksekutif teknologi di Beijing dikutip mengatakan:
“Pesan ini sekarang sudah jelas. Jika sebelumnya masih ada harapan pasokan dari Nvidia bisa kembali, kini semua pihak diarahkan untuk memperkuat sistem domestik.”
Dampak ke Nvidia dan Pasar Global
Kabar larangan ini langsung mengguncang pasar saham. Pada Rabu lalu, saham Nvidia turun sekitar 3 persen. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi hilangnya salah satu pasar terbesar di dunia.
CEO Nvidia, Jensen Huang, menanggapi situasi ini dengan nada kecewa. Dalam wawancara di London, ia mengatakan:
“Kami hanya bisa melayani pasar jika negara mengizinkannya. Saya kecewa, tapi saya memahami ada agenda yang lebih besar di balik hubungan AS dan Tiongkok. Kami akan tetap bersabar.”
Nvidia sendiri selama ini sangat bergantung pada pasar China. Menurut data perusahaan, sebelum adanya larangan ekspor AS, sekitar seperlima dari total pendapatan Nvidia berasal dari negeri tersebut.
Dorongan Besar pada Chip Lokal
Larangan ini bukan hanya menghambat Nvidia, tapi juga menjadi peluang besar bagi produsen chip lokal Tiongkok. Perusahaan seperti Huawei dan Cambricon kini mendapat dorongan lebih kuat untuk meningkatkan kapasitas produksi dan riset.
Bahkan, laporan sebelumnya menyebutkan Beijing sudah memanggil beberapa perusahaan lokal untuk membandingkan performa chip mereka dengan produk Nvidia. Hasil evaluasi itu mendorong keyakinan pemerintah bahwa industri lokal siap bersaing.
Menurut analisis industri yang dikutip oleh FT:
“Konsensus saat ini adalah pasokan domestik akan cukup untuk memenuhi kebutuhan, tanpa harus bergantung pada chip Nvidia.”
Implikasi Geopolitik
Keputusan Beijing melarang chip Nvidia tak bisa dilepaskan dari konteks persaingan global. Amerika Serikat berupaya memperlambat laju Tiongkok dalam pengembangan kecerdasan buatan, sementara Beijing mempercepat inovasi teknologi dalam negeri agar tidak tertinggal.
Langkah ini menciptakan dinamika baru dalam rantai pasok semikonduktor dunia. Produsen chip di Taiwan, Korea Selatan, hingga Jepang pun ikut memantau ketat perkembangan ini, karena setiap perubahan kebijakan bisa memengaruhi struktur pasar global.
BMKG dalam laporan ekonominya sempat menyinggung bagaimana ketidakpastian geopolitik dapat berdampak pada stabilitas ekonomi regional, termasuk di Asia Tenggara. Kondisi ini juga relevan bagi Indonesia, mengingat industri digital dalam negeri banyak bergantung pada teknologi cloud dan AI yang menggunakan chip dari luar negeri.
Apa Artinya bagi Masa Depan AI?
Pertarungan antara Nvidia dan industri semikonduktor Tiongkok lebih dari sekadar perebutan pasar. Ini adalah kompetisi untuk menguasai otak digital yang akan menggerakkan ekonomi masa depan—mulai dari mobil otonom, robot industri, hingga layanan cloud berbasis AI.
Jika Tiongkok berhasil mandiri dalam produksi chip AI, maka dominasi perusahaan seperti Nvidia bisa berkurang. Namun di sisi lain, kompetisi ini juga mendorong percepatan inovasi global karena setiap pihak berusaha melampaui rivalnya.
Kesimpulan
Larangan resmi pemerintah Tiongkok terhadap pembelian chip AI Nvidia menandai babak baru dalam persaingan teknologi internasional. Bagi Nvidia, keputusan ini adalah pukulan telak, sementara bagi Tiongkok, ini momentum untuk memperkuat kemandirian teknologi.
Dalam jangka pendek, pasar mungkin terguncang. Namun dalam jangka panjang, kita bisa melihat munculnya peta baru dalam industri semikonduktor global—di mana tidak hanya Nvidia atau Amerika Serikat yang mendominasi, tetapi juga pemain besar dari Asia yang siap mengambil peran.
Satu hal yang jelas: perlombaan menuju kecerdasan buatan masa depan semakin panas, dan setiap kebijakan baru dari Beijing maupun Washington akan membawa dampak besar ke seluruh dunia.