banner 728x250
Bisnis  

Angka PHK Makin Besar – Menangani Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia

Angka PHK
banner 120x600
banner 468x60

Angka PHK – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia semakin meruncing, dengan jumlah korban yang terus meningkat. Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan lonjakan signifikan dalam angka PHK, mencerminkan tantangan besar yang dihadapi sektor ketenagakerjaan di tanah air. Artikel ini akan membahas kondisi terkini terkait PHK dan langkah-langkah yang bisa diambil untuk mengatasi situasi ini.

Tren PHK yang Mengkhawatirkan di Indonesia

Per tanggal 15 Agustus 2024, Kemnaker melaporkan jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 44.195 orang. Angka ini mengalami peningkatan yang mencolok dibandingkan dengan periode Januari hingga Juni 2024, di mana jumlah Pemutusan Hubungan Kerja tercatat hanya sebanyak 32.064 orang. Dalam konteks ini, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan angka PHK yang begitu drastis.

banner 325x300

Sebagian besar PHK terjadi di sektor industri pengolahan, khususnya di industri tekstil, garmen, dan alas kaki. Pada bulan Juli 2024, data menunjukkan bahwa dari total 42.863 orang yang terkena PHK, sektor industri pengolahan menyumbang angka tertinggi dengan 22.356 orang. Sementara itu, sektor non-industri pengolahan melaporkan 20.507 orang terkena PHK. Kondisi ini memperlihatkan dampak yang besar pada sektor-sektor tertentu yang sangat bergantung pada tenaga kerja.

Di tingkat provinsi, Jawa Tengah kini menjadi wilayah dengan jumlah PHK terbanyak, menggantikan DKI Jakarta. Pada Juli 2024, Jawa Tengah mencatat 13.722 kasus PHK, dengan mayoritas berasal dari sektor industri pengolahan. Perubahan ini menunjukkan pergeseran dalam distribusi PHK yang perlu direspons dengan kebijakan yang tepat.

Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi PHK

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan bahwa PHK seharusnya menjadi pilihan terakhir bagi perusahaan. Menurutnya, apabila PHK tidak bisa dihindari, perusahaan wajib memenuhi hak-hak pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hak-hak ini termasuk jaminan kehilangan pekerjaan dan kesempatan kerja baru yang seluas-luasnya.

Pemerintah juga berusaha mencegah PHK dengan membangun dialog antara pekerja dan pengusaha. Kemnaker secara aktif memfasilitasi mediasi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari PHK yang merajalela.

Upaya lain yang dilakukan termasuk memperkuat jaring pengaman sosial dan memperluas bantuan sosial untuk pekerja yang terkena dampak PHK. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan angka PHK bisa ditekan dan dampaknya bisa diminimalkan. Namun, tindakan ini memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak untuk memastikan efektivitasnya.

Strategi untuk Mengurangi Angka PHK

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, terdapat beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk menekan angka PHK yang semakin mengkhawatirkan. Pertama, meningkatkan daya beli masyarakat merupakan langkah kunci. Hal ini bisa dilakukan dengan menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang direncanakan menjadi 12 persen. Bhima mengusulkan penurunan tarif PPN menjadi 9 persen untuk mendorong konsumsi dan meningkatkan penjualan ritel.

Kedua, pemerintah dapat membantu meringankan beban pekerja dengan menerapkan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang pajaknya ditanggung oleh pemerintah untuk pendapatan bruto hingga Rp200 juta per tahun. Ini akan memberikan dukungan finansial tambahan bagi pekerja yang menghadapi tantangan ekonomi akibat PHK.

Ketiga, pengendalian harga pangan juga menjadi faktor penting. Pemerintah perlu menerapkan berbagai intervensi untuk menstabilkan harga pangan, seperti menaikkan subsidi pupuk yang akan berkurang nilainya pada tahun 2025. Intervensi ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung sektor pertanian.

Pentingnya Perlindungan Sosial dan Insentif Fiskal

Keempat, memperluas jaring pengaman sosial dengan bantuan sosial yang tepat sasaran juga merupakan langkah yang krusial. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, alokasi untuk bantuan sosial diperkirakan akan turun menjadi Rp152,7 triliun, yang merupakan angka terendah sejak pandemi. Pemerintah harus memastikan bahwa bantuan sosial mencapai kelas menengah rentan yang paling membutuhkan.

Kelima, perbaikan insentif fiskal dapat berkontribusi pada penurunan angka PHK. Selama ini, insentif fiskal sering kali salah sasaran, memberikan keringanan pajak kepada industri yang padat modal seperti smelter nikel. Sebaliknya, insentif fiskal perlu diarahkan untuk sektor-sektor padat karya yang berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Tantangan Struktural dalam Mengatasi Angka PHK

Menurut Bhima Yudhistira, PHK juga dipengaruhi oleh berbagai faktor struktural. Salah satu masalah utama adalah dampak dari Undang-Undang Cipta Kerja, yang dianggap tidak efektif dalam menyerap investasi berkualitas tinggi. Selain itu, upah yang terlalu rendah menyebabkan daya beli masyarakat tidak meningkat, yang pada gilirannya mengurangi permintaan industri.

Fenomena deindustrialisasi prematur juga menjadi tantangan besar. Sektor industri mengalami penurunan yang lebih cepat dari yang diperkirakan, sementara sektor jasa yang berkembang tidak diimbangi dengan permintaan dari industri domestik. Kenaikan harga pangan dan suku bunga beberapa tahun terakhir juga mengurangi permintaan di sektor pengolahan.

Selain itu, kebijakan impor yang kurang jelas dan cenderung memperlonggar impor barang jadi telah menyebabkan masalah bagi pabrikan tekstil dan pakaian jadi domestik. Kebijakan ini perlu ditinjau kembali untuk melindungi industri dalam negeri dan mendukung pertumbuhan sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Menangani gelombang PHK yang semakin menggila memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Pemerintah harus terus berupaya mengurangi angka PHK dengan menerapkan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat, memperkuat jaring pengaman sosial, dan memperbaiki insentif fiskal. Selain itu, penting untuk mengatasi tantangan struktural yang mendasari fenomena PHK, seperti kebijakan investasi dan pengaturan impor.

Langkah-langkah ini harus diiringi dengan dialog yang konstruktif antara semua pihak terkait, termasuk pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Dengan pendekatan yang terkoordinasi dan efektif, diharapkan angka PHK dapat ditekan dan dampaknya dapat diminimalisir, sehingga perekonomian Indonesia dapat kembali stabil dan berkembang dengan baik.

Artikel ini di tulis oleh: https://uzone21.com/

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *