Jakarta kembali bersiap menghadapi gelombang massa. Ribuan buruh dari berbagai daerah akan turun ke jalan pada demo 28 Agustus 2025. Aksi ini rencananya digelar serentak di 38 provinsi Indonesia, dengan titik utama di depan Istana Negara dan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta.
Isu yang mereka bawa bukan hal baru, tapi tetap relevan: menolak upah murah, menghapus sistem outsourcing, hingga menuntut reformasi kebijakan ketenagakerjaan. Para buruh menamai gerakan ini dengan sebutan Hostum, singkatan dari Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah.
Aksi Serentak di Seluruh Indonesia
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan bahwa demo 28 Agustus bukan hanya terjadi di Jakarta.
“Sekitar 10 ribu buruh dari Jabodetabek akan aksi di Jakarta. Sementara di provinsi lain, khususnya kota-kota industri, akan berlangsung aksi serempak yang jumlahnya mencapai puluhan ribu,” kata Said Iqbal dalam keterangan resminya, Selasa (26/8/2025).
Gelombang massa diperkirakan akan memadati kawasan strategis, mulai dari Istana Negara, Gedung DPR/MPR, hingga sejumlah titik industri di daerah. Polisi dan aparat keamanan pun telah menyiapkan rekayasa lalu lintas untuk mengantisipasi kemacetan di ibu kota.
Enam Tuntutan Utama Buruh
Aksi buruh 28 Agustus 2025 membawa enam tuntutan besar yang dianggap mewakili keresahan para pekerja di berbagai sektor. Berikut daftarnya:
- Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah
Para buruh menilai sistem outsourcing membuat pekerja kehilangan kepastian kerja dan penghasilan layak. - Stop PHK, Bentuk Satgas PHK
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah industri disebut semakin marak pasca perlambatan ekonomi global. Buruh menuntut adanya satuan tugas khusus untuk menangani PHK secara adil. - Reformasi Pajak Perburuhan
Tuntutan meliputi kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta per bulan, serta penghapusan pajak pesangon, pajak THR, pajak JHT, dan diskriminasi pajak terhadap perempuan menikah. - Sahkan Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan Tanpa Omnibus Law
Buruh meminta RUU baru yang lebih berpihak pada pekerja tanpa memasukkan konsep omnibus law yang sebelumnya menuai kontroversi. - Sahkan RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi
Tuntutan ini menyentuh isu lebih luas: tata kelola negara yang bersih dan bebas dari korupsi. - Revisi RUU Pemilu, Redesain Sistem Pemilu 2029
Buruh juga menyoroti sistem demokrasi. Mereka mendorong revisi aturan pemilu agar lebih transparan dan adil menjelang 2029. 
Narasi di Balik “Hostum”
Nama gerakan Hostum bukan sekadar slogan. Menurut Said Iqbal, istilah itu lahir dari keresahan yang telah lama menumpuk.
“Ini aksi damai untuk menyampaikan aspirasi, bukan untuk membuat kerusuhan,” ujarnya. Ia menekankan bahwa buruh ingin didengar pemerintah, bukan dianggap musuh negara.
Istilah Hostum pun perlahan menjadi simbol perlawanan buruh terhadap kebijakan yang mereka anggap tidak berpihak. Bagi sebagian orang, kata itu terdengar sederhana, tapi di baliknya tersimpan rasa frustrasi, harapan, sekaligus tekad untuk memperjuangkan hidup yang lebih layak.
Potensi Dampak Sosial dan Ekonomi
Demo buruh berskala nasional tentu tidak hanya berdampak pada lalu lintas, tetapi juga pada roda ekonomi harian. Sejumlah analis memperkirakan produktivitas di sektor industri bisa terganggu sehari penuh.
Meski begitu, demo tetap dilindungi undang-undang sebagai bentuk penyampaian pendapat di muka umum. “Hak untuk menyampaikan aspirasi merupakan bagian dari demokrasi. Yang penting, aksi dilakukan dengan tertib dan damai,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum dan Ketenagakerjaan Indonesia (LKHKI), Bambang Suryadi.
Catatan Keamanan dan Antisipasi
Pihak kepolisian menegaskan akan mengawal aksi demo 28 Agustus 2025 dengan pendekatan humanis. Kabid Humas Polda Metro Jaya menyatakan bahwa ribuan personel disiapkan untuk menjaga ketertiban.
“Kami akan pastikan aksi berjalan damai. Polisi hadir untuk mengamankan, bukan untuk menghalangi,” katanya.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mengingatkan soal faktor cuaca. BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) melaporkan potensi hujan ringan hingga sedang di wilayah Jakarta pada 28 Agustus 2025.
“Kondisi atmosfer di Jabodetabek pada 28 Agustus berpotensi hujan lokal. Peserta aksi diharapkan waspada terhadap cuaca,” tulis BMKG dalam laporan cuaca mingguan, Senin (25/8/2025).
BACA JUGA: Inilah Sosok di Balik Mahakarya Gedung DPR RI, Kisah Arsitek Jenius yang Jarang Terekspos
Momentum Menjelang Tahun Politik
Demo besar ini berlangsung di tengah situasi politik yang mulai memanas menuju Pemilu 2029. Tuntutan revisi UU Pemilu menegaskan bahwa buruh tidak hanya peduli pada isu kesejahteraan, tetapi juga pada kualitas demokrasi.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Fajar Pranowo, menilai aksi 28 Agustus bisa menjadi sinyal kuat bahwa suara buruh tetap signifikan. “Buruh adalah bagian dari kekuatan sipil terbesar. Kalau aspirasi mereka tidak didengar, akan berpengaruh pada dinamika politik ke depan,” katanya.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Demo 28 Agustus 2025 bukan sekadar peristiwa politik, tapi juga cermin ketidakpuasan sosial. Isu yang diangkat para buruh mewakili jutaan pekerja yang masih berjuang menghadapi kerasnya kehidupan kota, mahalnya biaya hidup, dan ketidakpastian kerja.
Di sisi lain, pemerintah punya pekerjaan rumah besar: mencari titik temu antara kebutuhan industri untuk tetap kompetitif dengan hak pekerja untuk hidup layak.
Apakah aksi ini akan membawa perubahan nyata atau sekadar menambah daftar panjang protes yang diabaikan, waktu yang akan menjawabnya. Namun, satu hal jelas: suara buruh tidak bisa dianggap angin lalu.
Penutup
Gelombang massa yang akan turun dalam demo 28 Agustus 2025 menjadi pengingat bahwa roda demokrasi tidak hanya berputar di ruang sidang parlemen atau meja rapat kabinet. Ia juga hidup di jalan-jalan, di tangan-tangan buruh yang berani bersuara.
Apakah pemerintah akan membuka pintu dialog atau justru menutup telinga? Pertanyaan itu kini menggantung di udara Jakarta, menanti jawaban.


							













