Erupsi Gunung Semeru – Aktivitas vulkanik di puncak Mahameru, julukan untuk Gunung Semeru, kembali menunjukkan peningkatan signifikan. Gunung api tertinggi di Pulau Jawa ini tercatat mengalami lonjakan letusan yang masif dalam periode 24 jam terakhir.
Data terbaru dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Gunung Semeru menunjukkan gunung yang berada di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, itu telah meletus ratusan kali dalam sehari. Ini adalah indikator jelas dari tekanan magmatik yang terus berfluktuasi.
Ratusan Kali Letusan dalam 24 Jam
Menurut laporan resmi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melalui PGA Gunung Semeru, terhitung 115 kali letusan terjadi sepanjang periode 28 Oktober 2025, pukul 00.00 hingga 24.00 WIB. Angka ini mencerminkan betapa tingginya intensitas erupsi yang sedang berlangsung.
Letusan-letusan ini menghasilkan kolom abu vulkanik yang bervariasi. Ketinggiannya teramati antara 200 hingga 700 meter di atas puncak kawah. Asap yang membubung tersebut didominasi oleh warna kelabu, yang menandakan keluarnya material vulkanik.
Tak hanya letusan, aktivitas kegempaan lainnya juga ikut terekam. Pos pengamatan mencatat setidaknya enam kali guguran, sepuluh kali hembusan, dan tujuh kali gempa tektonik jauh.
Gunung Semeru memang dikenal memiliki karakter letusan yang eksplosif dan efusif secara bergantian. Peningkatan jumlah letusan harian ini mengingatkan kita untuk selalu siaga terhadap potensi bahaya yang lebih besar.
Status Gunung Semeru Tetap di Level II (Waspada)
Meskipun intensitas letusan mencapai ratusan kali, hingga kini status aktivitas Gunung Semeru masih berada pada Level II atau Waspada. Level ini berlaku konsisten untuk mengantisipasi risiko bencana yang bisa terjadi kapan saja.
Kepala Pos Pengamatan Gunung Semeru, Liswanto, dalam laporan tertulisnya membenarkan data tersebut. “Gunung Semeru memang mengalami 115 kali letusan dalam 24 jam terakhir. Status aktivitas tetap di Level 2 atau waspada,” jelasnya.
Penetapan status Waspada ini bukan tanpa alasan. PVMBG menilai bahwa potensi bahaya masih mengintai, terutama di sekitar lereng dan jalur sungai yang berhulu di puncak gunung.
“Kami mengimbau kepada warga agar tidak beraktivitas sejauh 8 kilometer dari puncak, serta mewaspadai potensi awan panas serta banjir lahar,” ujar Liswanto, menegaskan zona larangan dan potensi bahaya yang harus dihindari masyarakat.
Imbauan ini bersifat vital. Radius 8 kilometer tersebut adalah zona bahaya primer yang rawan terhadap jangkauan awan panas guguran (APG). APG merupakan campuran batuan, abu, dan gas panas yang meluncur deras, menjadi ancaman paling mematikan dalam peristiwa erupsi.
BACA JUGA: Rahasia di Balik Kesegaran Air Aqua: Air dari Akuifer Dalam yang Terlindungi Secara Alami
Bahaya Ganda: Awan Panas dan Banjir Lahar
Masyarakat, khususnya yang bermukim di sekitar lembah sungai, harus mewaspadai dua ancaman utama dari aktivitas Gunung Semeru. Ancaman tersebut adalah awan panas guguran dan banjir lahar.
Awan panas guguran dapat terjadi kapan saja ketika material vulkanik di puncak tidak stabil dan meluncur ke bawah. Kecepatannya yang tinggi dan suhunya yang ekstrem membuat APG sangat berbahaya.
Ancaman kedua adalah banjir lahar, terutama saat musim hujan. Material vulkanik yang menumpuk di lereng, baik berupa abu maupun batuan, akan terbawa oleh air hujan dan berubah menjadi lahar dingin yang merusak.
Peran BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) menjadi krusial dalam konteks ini. Pemantauan intensif terhadap kondisi cuaca dan curah hujan dilakukan. Tujuannya adalah memberikan peringatan dini agar warga yang berada di sepanjang aliran sungai bisa segera mengevakuasi diri ketika hujan deras terjadi.
Aliran sungai yang berhulu di Gunung Semeru, seperti Besuk Kobokan, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, menjadi lokasi yang paling diwaspadai. Peringatan dini akan sangat membantu untuk meminimalkan korban jiwa dari ancaman lahar dingin.
Sejarah Gunung Semeru dan Mitigasi Bencana
Sebagai salah satu gunung api paling aktif di Indonesia, Gunung Semeru memiliki sejarah erupsi yang panjang. Gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini hampir tidak pernah tidur.
Letusan-letusan kecil (vulkanik) terjadi secara reguler, namun aktivitas besar yang memicu Awan Panas Guguran selalu menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, langkah mitigasi bencana di sekitar Lumajang dan Malang harus terus diperkuat.
Pemerintah daerah, PVMBG, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bekerja sama untuk mengedukasi warga. Sosialisasi mengenai jalur evakuasi, titik kumpul aman, dan prosedur tanggap darurat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat lereng Gunung Semeru.
Kesiapsiagaan masyarakat adalah kunci. Setiap informasi yang dikeluarkan oleh Pos Pengamatan Gunung Api harus dijadikan acuan utama, bukan sekadar berita yang berlalu. Kepatuhan terhadap zona larangan 8 kilometer dari puncak adalah perlindungan diri yang paling efektif.
Meski keindahan Mahameru selalu memanggil, kewaspadaan harus diutamakan. Dengan memahami karakter Gunung Semeru dan mengikuti imbauan otoritas resmi, kita berharap segala potensi risiko dapat dikelola dengan baik.
Pesan Kunci: Gunung Semeru tetap berstatus Waspada (Level II) dengan intensitas erupsi tinggi. Warga wajib menjauhi radius 8 km dari puncak dan mewaspadai potensi awan panas serta banjir lahar dingin, terutama saat hujan.
















