Polemik 5000 Dapur MBG Fiktif: Irma Chaniago Singgung Monopoli Kuota, BGN Klarifikasi Mekanisme

5000 Dapur MBG Fiktif

Isu seputar 5000 dapur MBG fiktif kembali menjadi sorotan publik setelah anggota Komisi IX DPR RI, Irma Chaniago, menegaskan bahwa persoalannya bukan soal keberadaan dapur yang tidak nyata, melainkan dugaan adanya praktik monopoli dalam pendaftaran kuota dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Dalam keterangannya, Irma menekankan bahwa dugaan monopoli kuota ini justru lebih berbahaya ketimbang isu “fiktif” semata. Menurutnya, ada pihak tertentu yang sengaja mendaftar ke berbagai wilayah, bukan untuk membangun dapur MBG, melainkan sekadar menutup akses agar kuota terlihat penuh.

“Betul, bukan fiktif, tetapi ada yang monopoli kuota SPPG (dapur). Ada yang sengaja mendaftar di semua wilayah hanya untuk menutup kuota, padahal tidak ada pembangunan dapurnya,” kata Irma saat dihubungi, Sabtu (20/9/2025).

Monopoli Kuota SPPG: Kuota Penuh, Dapur Tak Ada

Irma mencontohkan sebuah kasus di salah satu kabupaten. Dari total 30 kuota dapur MBG yang tersedia, hanya dua dapur yang benar-benar berdiri dan beroperasi. Namun ketika pihak lain mencoba mendaftar secara daring, sistem menolak dengan alasan kuota sudah penuh.

Menurutnya, kondisi ini membuka peluang adanya praktik jual-beli kuota. Dari 30 kuota yang tercatat penuh, 28 di antaranya diduga tidak membangun dapur sama sekali. Kuota itu kemudian bisa diperjualbelikan ke pihak yang benar-benar ingin mendirikan dapur MBG.

“Artinya, yang 28 itu cuma menutup kuota saja. Ada indikasi kuat diperdagangkan, dan inilah yang menimbulkan keresahan,” ujarnya.

BGN Merespons dengan Cepat

Menanggapi temuan tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) langsung mengambil langkah tegas. Sekitar 5000 kuota dapur MBG fiktif telah dibatalkan untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.

Irma mengapresiasi langkah sigap tersebut. Menurutnya, tindakan cepat dari BGN membuktikan bahwa lembaga ini masih berkomitmen menjaga transparansi dan keadilan dalam program MBG.

“Alhamdulillah BGN sudah merespons dengan men-drop sekitar 5000-an kuota fiktif tersebut. Jadi bukan soal dapurnya fiktif, tapi kuota yang dipermainkan,” tutur Irma.

Klarifikasi dari BGN: Bukan Fiktif, tapi Mekanisme yang Berubah

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, memberikan penjelasan lebih detail terkait isu 5000 dapur MBG fiktif. Menurutnya, istilah “fiktif” tidak sepenuhnya tepat. Ia menjelaskan, perubahan mekanisme pendaftaran dapur MBG menjadi salah satu penyebab munculnya kebingungan publik.

“Sebenarnya bukan fiktif. Dulu, sekitar tiga bulan lalu, aturannya adalah membangun dapur terlebih dahulu, baru mendaftar sebagai mitra. Tapi kemudian diubah: mendaftar dulu, baru setelah disetujui membangun dapur MBG,” kata Nanik saat dihubungi, Jumat (19/9).

Ia menambahkan, perubahan sistem ini membuat banyak pihak tergesa-gesa mendaftar meski belum memiliki kesiapan dapur. Alhasil, data menunjukkan kuota penuh, namun di lapangan dapurnya belum ada.

Program MBG dan Harapan Pemerintah

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya dirancang untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, khususnya anak-anak sekolah dan kelompok rentan. Kehadiran dapur MBG di berbagai daerah diharapkan mampu menjadi tulang punggung distribusi makanan bergizi secara merata.

Namun, polemik 5000 dapur MBG fiktif mengindikasikan adanya celah dalam mekanisme implementasi. Jika tidak segera ditangani, masalah ini bisa menggerus kepercayaan publik terhadap program yang sebenarnya vital bagi kesehatan generasi muda.

BMKG sendiri dalam beberapa laporannya kerap menyinggung pentingnya gizi dalam menghadapi perubahan iklim yang memengaruhi ketersediaan pangan. “Ketahanan pangan dan gizi menjadi isu penting di tengah ancaman El Niño maupun La Niña yang memengaruhi produksi pertanian,” tulis BMKG dalam rilis resmi Juli 2025.

Pernyataan itu menjadi pengingat bahwa dapur MBG bukan sekadar program administratif, melainkan garda terdepan menjaga kesehatan masyarakat di tengah tantangan iklim dan pangan global.

BACA JUGA: China Resmi Melarang Perusahaan Teknologi Membeli Chip AI Nvidia: Apa Dampaknya?

Celah yang Harus Ditutup

Para pengamat kebijakan publik menilai, kasus 5000 dapur MBG fiktif ini bisa dijadikan pelajaran penting bagi pemerintah. Celah dalam sistem pendaftaran dan distribusi kuota harus ditutup agar tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan.

Sistem pendaftaran daring yang digunakan BGN memang mempercepat proses administrasi, tetapi juga membuka peluang praktik monopoli. Beberapa pihak mengajukan pendaftaran massal di berbagai daerah hanya untuk mengamankan kuota, tanpa niat membangun dapur.

Transparansi data, verifikasi lapangan, serta pengawasan berlapis menjadi solusi yang banyak diusulkan. Dengan begitu, setiap kuota yang terdaftar benar-benar berbanding lurus dengan dapur yang nyata berdiri dan beroperasi.

Catatan Penting: Perlu Sinkronisasi

Kasus ini juga memperlihatkan perlunya sinkronisasi antara pusat dan daerah. Pemerintah daerah sering kali hanya menerima data pendaftaran tanpa bisa memverifikasi langsung kesiapan calon mitra. Akibatnya, kuota terisi penuh di sistem, tetapi di lapangan tidak ada aktivitas pembangunan dapur.

Jika koordinasi diperkuat, peluang praktik monopoli bisa ditekan. Pemerintah daerah memiliki peran vital dalam memantau progres pembangunan dapur MBG dan memastikan bahwa setiap kuota teralokasi untuk kepentingan masyarakat.

Kesimpulan 5000 Dapur MBG Fiktif

Polemik 5000 dapur MBG fiktif memperlihatkan bahwa masalah utama bukanlah “dapur yang tidak ada”, melainkan mekanisme pendaftaran yang membuka celah monopoli kuota. DPR melalui Irma Chaniago sudah menyoroti hal ini, sementara BGN telah mengambil langkah korektif dengan membatalkan ribuan kuota bermasalah.

Namun pekerjaan belum selesai. Transparansi, verifikasi, dan pengawasan harus diperkuat agar tujuan utama Program Makan Bergizi Gratis tetap terjaga: memastikan masyarakat, khususnya generasi muda, mendapatkan akses gizi seimbang tanpa terganggu praktik curang.

“Ketahanan pangan dan gizi bukan sekadar angka kuota, tetapi soal masa depan bangsa,” demikian pesan implisit yang bisa ditarik dari perdebatan ini.

Exit mobile version