Biaya Beli Dan Bangun Rumah Semakin Terjangkau : Kebijakan Baru Pemerintah Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Tahun 2025

Bangun Rumah

Bangun Rumah – Bagi kamu yang berencana membeli atau membangun rumah, ada kabar gembira! Pemerintah baru saja mengumumkan kebijakan yang akan membuat biaya pembelian rumah semakin terjangkau, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pada tanggal 25 November 2024, pemerintah meresmikan penghapusan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk MBR. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap biaya pembelian rumah, sekaligus mempercepat proses pembangunan.

Kebijakan Penghapusan Retribusi dan BPHTB untuk MBR (Bangun Rumah)

Kebijakan ini diumumkan dalam acara yang dihadiri oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait (Ara), Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang berlangsung di Gedung Sasana Bhakti Praja, Jakarta. Menurut Tito Karnavian, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat dalam membeli atau membangun rumah.

Selain penghapusan retribusi PBG dan BPHTB, kebijakan ini juga mempercepat pengeluaran PBG dari yang sebelumnya memakan waktu 28 hari menjadi hanya 10 hari. Dengan adanya percepatan ini, proses pengajuan izin bangunan akan jauh lebih efisien, sehingga masyarakat dapat segera mulai membangun rumah mereka tanpa menunggu waktu yang lama.

“Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat bisa menghemat hingga Rp 10,5 juta, terutama bagi pembeli rumah subsidi. Penghapusan BPHTB untuk rumah tipe 36 dapat menghemat sekitar Rp 6.250.000, dan penghapusan PBG sekitar Rp 4.320.000. Jadi, untuk rumah tipe 36, total penghematan bisa mencapai lebih dari Rp 10 juta,” jelas Tito.

Penghematan Biaya Bagi Pembeli Rumah Subsidi Atau Bangun Rumah

Bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan ingin membeli rumah subsidi, kebijakan ini memberikan keuntungan besar. Penghapusan BPHTB dan PBG, serta percepatan proses persetujuan bangunan, membuka peluang bagi lebih banyak orang untuk memiliki rumah dengan biaya yang lebih terjangkau. Ini akan meringankan beban pembeli rumah yang sebelumnya harus mengeluarkan sejumlah biaya tambahan untuk memperoleh izin dan melunasi kewajiban perpajakan.

Namun, untuk mendapatkan manfaat dari kebijakan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon pembeli rumah. Syarat tersebut mencakup batasan luas rumah yang dibeli dan penghasilan pembeli.

Syarat Rumah Dan Penghasilan untuk MBR

Menurut kebijakan terbaru, rumah yang memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas ini adalah rumah dengan luas Bangun Rumah maksimal 36 meter persegi untuk rumah tapak dan rumah susun. Untuk rumah swadaya atau bedah rumah, luasnya dibatasi hingga 48 meter persegi. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan ini ditujukan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan rumah sederhana dan terjangkau.

Selain itu, ada ketentuan mengenai batasan penghasilan bagi masyarakat yang dapat memanfaatkan kebijakan ini. Untuk wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, serta Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, dan Nusa Tenggara, penghasilan maksimum bagi individu yang belum menikah adalah Rp 7.000.000 per bulan. Bagi yang sudah menikah, penghasilan maksimalnya adalah Rp 8.000.000 per bulan, dan bagi peserta Tapera, penghasilan maksimal juga Rp 8.000.000 per bulan.

Sedangkan untuk wilayah Papua dan daerah sekitarnya, seperti Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan, batasan penghasilan sedikit lebih tinggi. Untuk individu yang belum menikah, penghasilan maksimal adalah Rp 7.500.000 per bulan, sedangkan untuk yang sudah menikah, penghasilan maksimalnya adalah Rp 10.000.000 per bulan.

Ketentuan ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023 yang mengatur mengenai besaran penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah dan batasan luas lantai rumah.

Tindak Lanjut Kebijakan Melalui Peraturan Kepala Daerah

Menteri Tito Karnavian menjelaskan bahwa meskipun kebijakan ini sudah diumumkan, pelaksanaan teknisnya akan bergantung pada Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang diharapkan selesai pada bulan Desember 2024. Setelah Perkada diterbitkan, kebijakan ini akan segera diterapkan di seluruh daerah di Indonesia dan akan terus berlaku hingga ada perubahan atau pembaruan aturan baru yang mencabutnya.

Peraturan ini akan terus berlaku hingga ada aturan baru yang menggantinya. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan segera menindaklanjuti kebijakan ini dengan menerbitkan Perkada yang sesuai, ungkap Tito.

Menyambut Tahun 2025: Harga Rumah Subsidi Belum Jelas

Meskipun kebijakan penghapusan retribusi PBG dan BPHTB untuk MBR sudah jelas, masih ada satu hal yang belum dipastikan, yaitu harga rumah subsidi untuk tahun 2025. Harga rumah subsidi umumnya sudah diatur oleh pemerintah setiap tahunnya, namun pada tahun 2025, harga tersebut masih belum dapat dipastikan.

Menteri Maruarar Sirait (Ara) menyebutkan bahwa untuk menentukan harga rumah subsidi tahun depan, pemerintah perlu melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan. Hal ini karena kebijakan harga rumah subsidi sangat bergantung pada kebijakan fiskal negara dan kebijakan keuangan yang harus disesuaikan.

Kami masih perlu berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk memastikan kebijakan harga rumah subsidi tahun 2025. Kami tidak bisa mengambil keputusan sepihak tanpa pembicaraan dengan Kementerian Keuangan, ujar Ara.

Kesimpulan Biaya Bangun Rumah

Dengan kebijakan baru ini, masyarakat berpenghasilan rendah memiliki kesempatan lebih besar untuk membeli dan membangun rumah dengan biaya yang lebih terjangkau. Penghapusan BPHTB dan PBG serta percepatan proses persetujuan bangunan gedung akan memberikan manfaat langsung bagi pembeli rumah subsidi, yang kini bisa menghemat lebih dari Rp 10 juta. Meski demikian, pembeli rumah harus memenuhi beberapa kriteria penghasilan dan luas rumah yang ditentukan.

Pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan akses Bangun Rumah bagi masyarakat, terutama di tengah tingginya harga properti yang terus berkembang. Namun, untuk mengimplementasikan kebijakan ini, pemerintah daerah perlu segera mengeluarkan Perkada agar kebijakan dapat diterapkan secara efektif di seluruh Indonesia agar masyarakat bisa Bangun Rumah atau memiliki rumah.

Exit mobile version