Baru Diresmikan, Jembatan Hongqi di China Ambruk Setelah Longsor: Begini Penjelasan Resmi

Jembatan Hongqi

Jembatan Hongqi – Belum genap setahun setelah diresmikan, Jembatan Hongqi di Provinsi Sichuan, China, mengalami kerusakan parah akibat longsor yang melanda kawasan pegunungan pada Selasa (11/11).

Insiden ini mengejutkan publik karena jembatan tersebut sebelumnya digadang-gadang sebagai salah satu infrastruktur strategis yang menghubungkan Sichuan dengan kawasan Tibet.

Menurut laporan Reuters, sebagian struktur jembatan sepanjang 758 meter itu ambruk pada Selasa sore setelah muncul tanda-tanda pergeseran tanah di area sekitar sejak awal pekan.

Pemerintah setempat sebelumnya telah menutup jembatan itu pada Senin (10/11) sebagai langkah antisipasi setelah ditemukan retakan di lereng dan badan jalan di sekitar lokasi.

Tanda Awal Kerusakan Sudah Terpantau

Otoritas di Sichuan sebenarnya sudah memantau aktivitas geologis yang meningkat sejak awal bulan. Retakan di lereng mulai terlihat ketika hujan deras mengguyur kawasan tersebut selama beberapa hari berturut-turut. Laporan media lokal menyebutkan bahwa tanah di area pegunungan tempat Jembatan Hongqi berdiri menunjukkan tanda ketidakstabilan struktur batuan, yang akhirnya menyebabkan longsor besar pada Selasa sore.

Belum ada laporan korban jiwa maupun luka akibat insiden ini. Namun, otoritas kini fokus melakukan evaluasi struktur jembatan serta memantau risiko longsor lanjutan di sekitar lokasi.

BACA JUGA: Ta Wan Akui Kelalaian dan Sampaikan Permintaan Maaf Resmi Usai Insiden Pelanggan Tertelan Cairan Pembersih di Bali

Faktor Geologi dan Cuaca Jadi Pemicu

Provinsi Sichuan dikenal sebagai wilayah dengan kontur pegunungan curam dan struktur tanah yang kompleks. Menurut China Earthquake Administration, daerah ini termasuk salah satu zona tektonik aktif di negara tersebut, dengan risiko tinggi terhadap gempa bumi dan longsor.

Kondisi cuaca juga disebut berperan besar dalam kejadian ini.
Berdasarkan data Badan Meteorologi China (CMA), curah hujan di kawasan barat daya Sichuan pada awal November mencapai lebih dari 200 milimeter dalam seminggu—angka yang jauh di atas rata-rata normal.
Curah hujan ekstrem ini memperlemah struktur tanah dan meningkatkan risiko pergeseran lereng.

“Ketika tanah jenuh air dalam jangka waktu lama, kekuatan geser batuan berkurang drastis. Inilah yang sering memicu longsor di daerah pegunungan,” ujar Dr. Zhang Wei, ahli geoteknik dari Universitas Sichuan, seperti dikutip dari China Daily.

Jembatan Strategis di Tengah Proyek Energi Raksasa

Jembatan Hongqi memiliki peran vital dalam sistem transportasi di Sichuan bagian barat. Infrastruktur ini menjadi jalur utama menuju kawasan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Shuangjiangkou, salah satu proyek energi terbesar di dunia.

PLTA Shuangjiangkou sendiri direncanakan menjadi bendungan tertinggi di dunia, dengan ketinggian mencapai 314 meter. Menurut laporan South China Morning Post (SCMP), bendungan ini telah mulai mengisi air sejak 1 Mei lalu dan diharapkan beroperasi penuh dalam beberapa tahun mendatang.

Dengan posisi strategisnya, Jembatan Hongqi semula dibangun untuk memperlancar logistik dan mobilitas pekerja di sekitar proyek PLTA tersebut. Namun kini, kerusakan jembatan diperkirakan akan menghambat aktivitas konstruksi dan transportasi di kawasan itu.

Investigasi dan Evaluasi Keamanan Dimulai

Setelah insiden terjadi, pemerintah daerah Sichuan segera mengirim tim ahli struktur dan geoteknik ke lokasi untuk menilai tingkat kerusakan dan risiko lanjutan. Kementerian Transportasi China juga memerintahkan audit keselamatan nasional terhadap jembatan-jembatan baru di wilayah rawan longsor dan gempa.

“Langkah ini penting untuk memastikan keamanan infrastruktur publik di wilayah pegunungan,” kata Li Xiaopeng, Menteri Transportasi China, dalam konferensi pers di Beijing.

Ia menambahkan bahwa hasil investigasi awal menunjukkan longsor besar akibat hujan ekstrem sebagai faktor utama, bukan kegagalan desain jembatan.

Pelajaran dari Insiden Jembatan Hongqi

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pemantauan geoteknik berkelanjutan pada proyek infrastruktur besar, terutama di wilayah dengan kondisi alam ekstrem. Beberapa ahli menilai bahwa kejadian serupa dapat dihindari jika sistem deteksi dini pergeseran tanah dan hujan ekstrem diintegrasikan secara lebih canggih.

Menurut data dari NASA Earth Observatory, wilayah pegunungan di barat daya China memang mengalami peningkatan frekuensi gerakan tanah dalam dekade terakhir, sebagian besar dipicu oleh kombinasi perubahan iklim dan aktivitas manusia di lereng curam.

“Perubahan pola curah hujan akibat iklim global membuat tanah lebih mudah jenuh air, meningkatkan risiko longsor di banyak wilayah Asia,” ungkap NASA dalam laporan risetnya tahun lalu mengenai dinamika tanah di Asia Timur.

Pemulihan dan Rencana Ke Depan

Pemerintah Sichuan kini tengah menyiapkan rencana rekonstruksi dan mitigasi jangka panjang di sekitar lokasi Jembatan Hongqi. Selain memperkuat lereng di area rawan, otoritas juga mempertimbangkan penggunaan sensor pemantau tanah real-time untuk mencegah kejadian serupa.

Pekerjaan pembersihan material longsor masih berlangsung hingga kini. Beberapa jalur alternatif telah dibuka untuk kendaraan ringan, sementara kendaraan berat dilarang melintas sampai evaluasi selesai.

“Keamanan menjadi prioritas utama sebelum akses dibuka kembali,” ujar juru bicara pemerintah Sichuan melalui siaran CCTV.

“Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat pengawasan geologi dan memastikan proyek-proyek infrastruktur baru memenuhi standar keselamatan tertinggi.”

Penutup Jembatan Hongqi

Ambruknya Jembatan Hongqi di Sichuan menjadi peringatan keras bahwa pembangunan infrastruktur besar di wilayah rawan bencana memerlukan pendekatan holistik: tidak hanya kuat secara teknik, tetapi juga adaptif terhadap perubahan lingkungan.

Meski tidak menelan korban jiwa, insiden ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara pembangunan dan keselamatan geologi harus menjadi fokus utama di masa depan.

Seperti yang diingatkan oleh BMKG dan lembaga meteorologi di berbagai negara, cuaca ekstrem dan perubahan pola hujan kini menjadi faktor penting yang tak bisa diabaikan dalam setiap proyek besar di kawasan Asia.

Exit mobile version