Kenaikan PBB di Pati Picu Protes, Gubernur Jateng Minta Evaluasi Menyeluruh

PBB

Semarang – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pati yang mencapai 250 persen memicu reaksi keras dari masyarakat. Ketegangan bahkan sempat terjadi antara warga dan aparat Satpol PP, hingga akhirnya menjadi sorotan publik di media sosial. Menanggapi situasi ini, Gubernur Jawa Tengah Achmad Luthfi mengambil langkah cepat.

“Jadi kenaikan PBB ini tidak boleh membebankan masyarakat,” tegas Luthfi dalam keterangannya di Semarang, Kamis (7/8/2025). Ia meminta pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. “Kalau perlu diturunkan, ya diturunkan saat itu juga,” lanjutnya.

Langkah responsif ini muncul sebagai bentuk kepedulian terhadap gejolak sosial yang sedang berkembang. Gubernur Luthfi bahkan meminta agar kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan di daerah tidak diterapkan secara sepihak, tetapi melalui kajian yang matang dan dialog terbuka dengan masyarakat.

Mengapa Kenaikan PBB Bisa Jadi Masalah?

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sah. Namun, jika kenaikannya tidak mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, potensi konflik bisa muncul. Apalagi di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi, masyarakat masih dalam tahap menstabilkan keuangan rumah tangga.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan daya beli masyarakat. Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan yang signifikan tanpa transisi atau sosialisasi bisa menimbulkan resistensi,” ujar Dr. Budi Santoso, pakar kebijakan publik dari Universitas Diponegoro, saat diwawancarai secara terpisah.

Desakan Evaluasi dan Transparansi

Gubernur Luthfi secara terbuka menyatakan telah berkoordinasi langsung dengan Bupati Pati. Ia menyarankan agar seluruh kepala daerah di Jawa Tengah melakukan kajian terlebih dahulu sebelum menetapkan kebijakan terkait Pajak Bumi dan Bangunan.

“Saya minta kajian penaikan Pajak Bumi dan Bangunan dikirim ke Pemprov. Nanti akan kami teruskan ke pihak ketiga untuk dinilai: apakah ini wajar atau tidak,” terang Luthfi. Menurutnya, transparansi dan keterlibatan publik menjadi kunci dalam menetapkan kebijakan fiskal daerah.

Suara Masyarakat Tak Boleh Diabaikan

Beberapa waktu lalu, sempat beredar video di media sosial yang menunjukkan protes warga kepada petugas Satpol PP di Kabupaten Pati. Mereka menolak membayar PBB yang nilainya melonjak drastis. Situasi ini dikhawatirkan berpotensi menimbulkan ketegangan berkepanjangan jika tidak segera ditangani.

“Yang paling pokok adalah bagaimana nanti kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat,” kata Luthfi. Ia mengajak semua pihak—termasuk bupati, tokoh masyarakat, hingga LSM—untuk duduk bersama dan menjembatani komunikasi yang sehat.

Haruskah PBB Naik Setiap Tahun?

PBB memang bisa disesuaikan berdasarkan perkembangan nilai tanah dan bangunan. Menurut Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dasar perhitungan PBB didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Namun, kenaikan signifikan seperti yang terjadi di Pati harus dilandasi data dan analisis yang transparan.

“Penyesuaian nilai NJOP boleh saja dilakukan, tetapi harus memperhatikan asas keadilan dan kemampuan membayar dari wajib pajak,” terang Nurhayati, pejabat dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu.

Langkah Ideal: Dialog Terbuka dan Bertahap

Dalam dunia kebijakan publik, perubahan tarif pajak idealnya dilakukan secara bertahap. Kebijakan yang mengejutkan tanpa sosialisasi berisiko tinggi menuai penolakan.

Gubernur Jateng menyarankan skema dialog terbuka yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Ia menekankan pentingnya mengedepankan pendekatan komunikatif, bukan represif. “Jangan sampai masyarakat merasa dipaksa. Ini tentang mereka, untuk mereka, dan oleh mereka,” tegasnya.

PBB: Sumber PAD yang Perlu Dikelola Bijak

Tak bisa dimungkiri, PBB merupakan instrumen penting dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, pengelolaannya harus diselaraskan dengan kondisi lapangan. Terutama di daerah yang masih dalam fase pemulihan ekonomi seperti Pati.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah masih fluktuatif. Kondisi ini memperkuat argumen bahwa kebijakan fiskal harus dilakukan dengan kehati-hatian ekstra.

Kesimpulan: Masyarakat Butuh Keadilan, Pemerintah Perlu Empati

Kisruh PBB di Pati adalah alarm bagi seluruh pemerintah daerah agar lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan fiskal. Respons cepat Gubernur Jateng memberi harapan akan hadirnya komunikasi yang sehat antara pemerintah dan warganya.

Ke depan, tantangan terbesar bukan sekadar soal nominal Pajak Bumi dan Bangunan, tapi bagaimana membangun kepercayaan publik terhadap proses pengambilan kebijakan. Melalui evaluasi, transparansi, dan komunikasi yang terbuka, setiap kebijakan publik bisa diterima dengan lebih baik oleh masyarakat.

Referensi:

  • Keterangan resmi Gubernur Jawa Tengah, Achmad Luthfi (7 Agustus 2025)
  • Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI
  • Badan Pusat Statistik (BPS)
  • Kementerian Dalam Negeri RI
Exit mobile version