Kuota PLTS Atap – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Indonesia mengalami perlambatan meskipun kuota sudah ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Melalui Keputusan Dirjen Ketenagalistrikan Nomor 279.k/TL.03/DJL.2/2024, kuota PLTS Atap untuk periode 2024-2028 telah resmi dikeluarkan. Meskipun hal ini menunjukkan kemajuan dalam pengembangan energi terbarukan, implementasi di lapangan masih menjadi tantangan.
Tantangan dalam Pembangunan PLTS Atap
Menurut Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), banyak perusahaan yang belum memulai pembangunan sistem PLTS Atap. Salah satu alasan utamanya adalah kendala dalam sektor Engineering, Procurement, and Construction (EPC). Keberadaan perusahaan EPC yang terbatas di Indonesia menghambat realisasi proyek ini.
Dalam pernyataannya, Eniya menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya menghadapi masalah teknis, tetapi juga keterbatasan sumber daya. Hal ini menjadi tantangan besar, terutama bagi perusahaan yang telah mendapatkan kuota namun belum melaksanakan pembangunan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
Kebijakan dan Harapan untuk Masa Depan
Kementerian ESDM berharap dengan adanya penetapan kuota PLTS Atap secara regional, pembangunan sistem ini dapat berjalan lebih cepat. Penetapan kuota per wilayah diharapkan dapat memperkuat industri EPC di Indonesia dan mendorong pertumbuhan sektor energi terbarukan.
Dengan kuota yang sudah ditentukan, pemerintah mewajibkan setiap perusahaan untuk menyelesaikan pembangunan dalam waktu enam bulan setelah mendapatkan izin. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa Indonesia dapat mencapai target dalam pengembangan PLTS Atap.
Data Kuota PLTS Atap Per Wilayah
Kementerian ESDM telah merinci kuota pengembangan sistem PLTS Atap berdasarkan wilayah. Berikut adalah daftar kuota PLTS Atap untuk tahun 2024 hingga 2028:
1. Sumatera
- 2024: 35,0 MW
- 2025: 45,0 MW
- 2026: 60,0 MW
- 2027: 70,0 MW
- 2028: 80,0 MW
Sumatera menjadi salah satu daerah yang menerima alokasi kuota PLTS Atap yang cukup signifikan. Dengan potensi sinar matahari yang melimpah, wilayah ini diharapkan dapat memanfaatkan sumber daya ini untuk menghasilkan energi bersih.
2. Kalimantan
Kalimantan Barat:
- 2024: 7,1 MW
- 2025: 9,8 MW
- 2026: 16,4 MW
- 2027: 17,2 MW
- 2028: 18,5 MW
Kalimantan Selatan, Tengah, dan Timur:
- 2024: 22,1 MW
- 2025: 34,0 MW
- 2026: 58,7 MW
- 2027: 62,8 MW
- 2028: 68,3 MW
Kalimantan Utara:
- 2024: 0,8 MW
- 2025: 1,1 MW
- 2026: 1,9 MW
- 2027: 2,0 MW
- 2028: 2,2 MW
Kalimantan memiliki potensi yang besar dalam pengembangan energi terbarukan, terutama dengan adanya kuota PLTS Atap yang diharapkan dapat meningkatkan kontribusi energi bersih di wilayah ini.
3. Jawa, Madura, dan Bali
- 2024: 825,0 MW
- 2025: 900,0 MW
- 2026: 910,0 MW
- 2027: 1.010,0 MW
- 2028: 1.400 MW
Jawa, Madura, dan Bali mendapatkan kuota terbesar, mencerminkan kebutuhan energi yang tinggi di wilayah ini. Dengan populasi yang padat dan perkembangan industri yang pesat, pemanfaatan PLTS Atap sangat penting untuk memenuhi permintaan energi.
4. Wilayah Lainnya
- Sulutgo: 0,2 MW (2024) hingga 1,0 MW (2028)
- Sulbagsel: 8,0 MW (2024) hingga 16,0 MW (2028)
- Maluku dan Maluku Utara: 0,7 MW (2024) hingga 1,7 MW (2028)
- Papua dan Papua Barat: 0,8 MW (2024) hingga 1,9 MW (2028)
- Nusa Tenggara Barat: 0,9 MW (2024) hingga 2,2 MW (2028)
- Nusa Tenggara Timur: 0,6 MW (2024) hingga 1,3 MW (2028)
Dengan penetapan kuota yang merata di seluruh wilayah, pemerintah berharap setiap daerah dapat mengoptimalkan potensi sinar matahari yang ada untuk menghasilkan energi terbarukan.
Implikasi dan Penegakan Aturan
Dengan adanya kuota PLTS Atap yang sudah ditetapkan, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa setiap perusahaan yang telah mendapatkan izin segera memulai pembangunan. Eniya menyatakan bahwa jika perusahaan tidak memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan, mereka dapat kehilangan izin yang telah diberikan.
Konsekuensi bagi Perusahaan
Pihak Kementerian ESDM akan melakukan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan yang menunda pembangunan. Jika pembangunan sistem PLTS Atap tidak dilaksanakan dalam waktu enam bulan, izin mereka akan dicabut. Hal ini menjadi dorongan bagi perusahaan untuk mempercepat proses konstruksi.
Dorongan untuk Industri EPC
Kementerian ESDM juga menyoroti pentingnya memperkuat industri EPC di Indonesia. Dalam rangka mencapai target pengembangan PLTS Atap, ketersediaan layanan EPC yang memadai sangat diperlukan. Ini menjadi langkah strategis untuk mempercepat pertumbuhan sektor energi terbarukan di Indonesia.
Penutup
Kesuksesan pengembangan PLTS Atap di Indonesia sangat bergantung pada kerja sama antara pemerintah, perusahaan, dan industri EPC. Dengan adanya kuota yang jelas dan tenggat waktu yang ketat, diharapkan pembangunan PLTS Atap dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian target energi terbarukan di Tanah Air.
Kesimpulan
Pembangunan PLTS Atap di Indonesia telah mendapatkan perhatian serius dari Kementerian ESDM dengan penetapan kuota yang jelas untuk periode 2024-2028. Meskipun tantangan di sektor EPC masih ada, pemerintah optimis bahwa dengan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak, Indonesia dapat mencapai target penggunaan energi terbarukan secara maksimal.
Dengan fokus pada penguatan industri EPC dan pemenuhan kuota PLTS Atap, Indonesia berpotensi untuk menjadi salah satu pemimpin dalam penggunaan energi terbarukan di Asia Tenggara. Hal ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan pembangunan ekonomi yang lebih hijau.
Artikel ini di Tulis oleh: https://uzone21.com/