Uya Kuya Ungkap Modus Manipulasi Klaim BPJS Kesehatan Oleh Rumah Sakit Sampai Tahun 2024 Tetap Terjadi

Uya Kuya

Anggota Komisi IX DPR RI, Surya Utama yang lebih dikenal dengan nama Uya Kuya, mengungkapkan adanya modus manipulasi klaim yang dilakukan oleh sejumlah rumah sakit (RS) terkait dengan penggunaan jaminan sosial BPJS Kesehatan. Dalam rapat dengar pendapat yang diadakan dengan Dewan Pengawasan dan Direktur Utama BPJS Kesehatan di Gedung DPR RI pada Rabu, 13 November 2024, Uya Kuya mempertanyakan langkah-langkah yang telah diambil oleh BPJS Kesehatan untuk mencegah potensi kecurangan dalam sistem ini.

Manipulasi Diagnosis dan Tindakan Rumah Sakit

Uya Kuya menyoroti adanya rumah sakit yang diduga memanipulasi diagnosis dan tindakan medis untuk mendapatkan klaim yang tidak sesuai. Menurutnya, beberapa rumah sakit terlibat dalam praktik curang dengan memanipulasi data pasien BPJS Kesehatan. Salah satu contoh yang dia sebutkan adalah manipulasi tindakan medis, seperti operasi katarak, yang seharusnya hanya dilakukan pada satu mata namun dilaporkan dilakukan pada dua mata untuk meningkatkan klaim.

Sebagai contoh, prosedur katarak yang dilaksanakan hanya pada satu mata, namun dilaporkan untuk kedua mata. Bahkan ada yang tidak ada tindakan apa-apa, tapi data pasiennya tetap digunakan untuk mengajukan klaim, ungkap Uya Kuya dalam rapat tersebut.

Praktik-praktik manipulasi seperti ini, menurut Uya Kuya, sangat merugikan sistem BPJS Kesehatan serta mengancam keberlanjutan program jaminan kesehatan sosial yang seharusnya menyasar mereka yang benar-benar membutuhkan layanan kesehatan.

Kecurangan dari Peserta BPJS Kesehatan

Selain rumah sakit, Uya Kuya juga menyebutkan bahwa potensi kecurangan juga datang dari peserta BPJS Kesehatan itu sendiri. Salah satu contoh yang dia soroti adalah penyalahgunaan layanan oleh peserta yang hendak melahirkan. Dalam beberapa kasus, ada peserta yang semestinya melahirkan secara normal, namun memutuskan untuk menjalani operasi caesar, yang didukung oleh dokter yang bersangkutan. Hal ini dapat dianggap sebagai bentuk kecurangan, karena tindakan medis yang dilakukan tidak sesuai dengan kondisi medis yang sebenarnya, tetapi justru untuk memaksimalkan klaim dari BPJS Kesehatan.

Terkadang, terdapat individu yang seharusnya menjalani persalinan normal, namun memilih untuk melakukan operasi caesar dengan persetujuan dari dokter. Ini bisa menjadi bentuk kecurangan karena tindakan medis yang diambil tidak sesuai dengan kebutuhan pasien, terang Uya Kuya.

Mengantisipasi Potensi Kecurangan dalam Sistem BPJS Kesehatan

Dalam kesempatan tersebut, Uya Kuya bertanya kepada pihak BPJS Kesehatan mengenai upaya yang telah dilakukan untuk mengantisipasi potensi kecurangan dalam penggunaan dana jaminan kesehatan ini. Dia mendesak agar BPJS Kesehatan lebih proaktif dalam melakukan pengawasan, terutama terhadap rumah sakit yang terlibat dalam praktik curang. Selain itu, sistem verifikasi dan validasi klaim juga harus diperketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.

Bagaimana BPJS Kesehatan mengantisipasi potensi kecurangan ini? Harus ada pengawasan yang lebih ketat, agar dana yang seharusnya untuk melayani masyarakat yang membutuhkan, tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tegasnya.

Perlindungan untuk Masyarakat yang Tidak Memiliki BPJS Kesehatan

Tak hanya membahas soal potensi kecurangan, Uya Kuya juga mengangkat isu mengenai akses layanan kesehatan bagi warga negara yang tidak memiliki BPJS Kesehatan. Ia menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh mereka yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS, namun terpaksa harus segera mendapatkan perawatan medis.

Dia mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan. Namun, kenyataannya, warga yang tidak memiliki BPJS Kesehatan harus melalui prosedur yang panjang dan sering kali terbentur masalah biaya.

“Bagaimana nasib mereka yang tidak memiliki BPJS? Apakah mereka harus menunggu lama untuk mendaftar dan menunggu proses administrasi? Apabila mereka mengalami sakit, perawatan harus segera diberikan. Apakah negara telah siap untuk memenuhi hak warganya dalam memperoleh layanan kesehatan?” tanya Uya Kuya dengan serius.

Menurutnya, hal ini bisa berisiko bagi keselamatan warga negara tersebut, terutama jika mereka dalam kondisi darurat yang membutuhkan penanganan segera. Uya Kuya juga mempertanyakan bagaimana BPJS Kesehatan menangani masalah ini, terutama bagi warga yang tidak mampu membayar iuran.

Jika seseorang tidak terdaftar dalam BPJS dan perlu menyelesaikan semua urusan administrasi terlebih dahulu, bagaimana jika situasinya mendesak? Mereka bisa terlambat mendapat perawatan yang dibutuhkan, lanjutnya.

Tanggapan BPJS Kesehatan

Menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh Uya Kuya, pihak BPJS Kesehatan mengungkapkan bahwa mereka terus berupaya untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pelayanan. BPJS Kesehatan berjanji akan meningkatkan verifikasi klaim serta melakukan audit terhadap rumah sakit yang terindikasi melakukan penyalahgunaan. Mereka juga akan mempercepat proses registrasi untuk memastikan bahwa warga negara yang membutuhkan layanan kesehatan dapat segera mendapatkan akses, termasuk bagi mereka yang belum terdaftar sebagai peserta.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga berkomitmen untuk terus mensosialisasikan pentingnya jaminan kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia, dengan harapan sistem ini dapat berjalan dengan lebih transparan dan akuntabel.

Exit mobile version