Pria Diduga Provokator Ngaku TNI Saat Aksi Massa Depan DPRD Sumut: Polisi Perketat Pengamanan

video

Video – Aksi unjuk rasa yang digelar aliansi Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara (AKBAR Sumut) di depan Gedung DPRD Sumut, Senin (1/9), nyaris berubah menjadi kericuhan.

Situasi memanas saat seorang pria misterius diduga memprovokasi massa untuk menyerang aparat. Pria berambut cepak itu bahkan mengaku sebagai anggota TNI, meski tidak bisa menunjukkan identitas resmi.

Peristiwa itu terekam dalam sejumlah video yang beredar di media sosial, memperlihatkan suasana tegang di antara demonstran dan petugas keamanan. Beberapa menit saja suasana bisa berubah drastis jika massa tidak menahan diri.

Ketegangan Meningkat di Tengah Orasi

Aksi damai yang awalnya berlangsung tertib mulai terganggu ketika lemparan benda tumpul melayang dari arah barisan demonstran. Polisi yang berjaga di gerbang DPRD Sumut sempat mundur dan mengganti barisan dengan pasukan anti-huru hara.

Menurut pengamatan di lapangan, beberapa individu tidak dikenal terlihat menyelinap di antara peserta aksi. Mereka tidak membawa atribut kelompok, tidak berorasi, namun aktif membisikkan sesuatu ke sejumlah peserta.

Gana, Koordinator Aksi AKBAR Sumut, menyatakan bahwa pria yang diamankan dari tengah massa diduga kuat berupaya memprovokasi kekerasan.

“Laki-laki berambut cepak itu menyuruh massa untuk menyerang. Dia beberapa kali berbisik kepada massa. Kalimatnya menyuruh untuk menyerang,” ungkap Gana kepada wartawan.

Ngaku TNI, Tapi Tanpa KTA

Koordinator lapangan kemudian menangkap pria tersebut dan melakukan interogasi di tempat. Saat ditanya identitasnya, ia mengaku sebagai prajurit TNI. Namun, saat diminta menunjukkan Kartu Tanda Anggota (KTA), pria itu tidak bisa membuktikan klaimnya.

Bahkan yang lebih mencurigakan, pria tersebut mengaku mendapat perintah dari dalam gedung DPRD Sumut. Ia menyebut dirinya sebelumnya keluar dari gedung sebelum menyusup ke barisan massa.

Sontak, pengakuan itu membuat suasana semakin panas. Massa yang marah nyaris meluapkan emosi secara fisik. Namun beberapa peserta aksi melindungi pria tersebut dan mencegah aksi main hakim sendiri.

Pria tersebut akhirnya diusir dari kerumunan dan kembali masuk ke dalam kompleks gedung DPRD Sumut, memicu pertanyaan besar: siapa sebenarnya dia?

Polisi dan Massa Saling Menahan Diri

Di tengah situasi yang hampir lepas kendali, pasukan polisi dengan tameng anti-huru hara maju ke depan gerbang. Beberapa tokoh dari AKBAR Sumut langsung bergerak cepat, melakukan negosiasi agar tidak terjadi bentrokan.

Gana dan rekan-rekannya meminta pasukan bersenjata mundur untuk meredakan emosi massa. Negosiasi berlangsung cukup lama, namun akhirnya polisi bersenjata mundur ke dalam gedung DPRD Sumut, digantikan oleh aparat yang berjaga tanpa perlengkapan huru hara.

Langkah ini terbukti efektif. Massa kembali tenang dan melanjutkan penyampaian aspirasi mereka.

BACA JUGA: Harga Emas Antam Hari Ini Masih di Atas Rp 2 Juta per Gram, Bagaimana Tren Selanjutnya?

Isu Tunjangan Mewah dan Tewasnya Ojol Jadi Pemicu

Demonstrasi ini bukan muncul tanpa sebab. Aksi tersebut merupakan bentuk kemarahan publik terhadap sejumlah kebijakan DPR, khususnya terkait tunjangan mewah yang diterima anggota legislatif di tengah kondisi ekonomi rakyat yang belum stabil.

Tak hanya itu, massa juga menyuarakan protes keras atas peristiwa tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang terlindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Peristiwa itu menggugah empati publik luas. Banyak video yang memperlihatkan detik-detik tragedi tersebut viral di media sosial, memantik gelombang solidaritas di berbagai kota, termasuk Medan.

DPRD Sumut Turun Menemui Massa

Setelah ketegangan mereda, pimpinan DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus, bersama sejumlah anggota dewan akhirnya turun menemui massa menjelang malam hari.

Dalam dialog singkat, perwakilan massa menyampaikan tuntutan mereka secara langsung, menekankan pentingnya transparansi anggaran dan peninjauan ulang fasilitas yang dianggap berlebihan.

Pihak DPRD berjanji akan menyampaikan aspirasi tersebut dalam rapat internal, serta meminta massa untuk terus menjaga kedamaian dalam setiap aksi.

Pangdam dan Polda Sumut Diminta Selidiki

Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari TNI mengenai sosok pria yang mengaku sebagai anggota mereka. Jika terbukti bukan personel aktif, tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai pemalsuan identitas militer.

Menurut pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional, penggunaan atribut dan pengakuan palsu sebagai anggota TNI dapat dikenai sanksi hukum.

Kepala Penerangan Kodam I/Bukit Barisan saat dikonfirmasi menyatakan akan menyelidiki laporan tersebut. Sementara itu, Kapolda Sumut juga menginstruksikan jajarannya untuk menelusuri video dan laporan dari lapangan.

BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem Saat Aksi Lapangan

Sementara itu, BMKG Sumatera Utara mengingatkan agar masyarakat, termasuk peserta aksi, tetap waspada terhadap potensi hujan deras dan angin kencang dalam beberapa hari ke depan.

“Kami mengimbau warga untuk tidak melakukan aktivitas luar ruang dalam waktu lama jika terjadi cuaca ekstrem, terutama di wilayah Medan dan sekitarnya,” ujar Hendra Suwarta, Kepala BMKG Wilayah I Medan, dalam keterangan resminya (1/9).

Video Jadi Bukti Penting

Berbagai rekaman video dari warga dan media lokal kini menjadi bahan analisis utama dalam mengungkap kejadian sebenarnya. Dokumentasi visual ini kerap menjadi alat penting dalam menyelidiki dugaan provokasi dalam demonstrasi.

Pakar hukum pidana Universitas Sumatera Utara, Dr. Roni Hasibuan, menyatakan bahwa video yang valid dan tidak diedit dapat dijadikan bukti sah dalam penyelidikan.

“Video amatir atau jurnalis yang memperlihatkan detik-detik kejadian bisa membantu aparat mengungkap motif dan aktor di balik kericuhan,” ujar Roni.

Penutup

Kejadian ini menambah daftar panjang dinamika demonstrasi di Indonesia. Ketegangan di Medan menunjukkan pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi aktor tak dikenal dalam aksi massa.

Masyarakat berharap agar aksi unjuk rasa tetap dijamin keamanannya, tanpa intimidasi, provokasi, apalagi kekerasan. Di sisi lain, otoritas berwenang diharapkan sigap menindak siapa pun yang mencoba mencederai semangat demokrasi.

Exit mobile version