Bisnis  

Hancur Industri Tekstil di Era Jokowi, Berbeda dengan Masa Kejayaan Soekarno-Soeharto

Hancur Industri Tekstil di Era Jokowi

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia mengalami masa sulit di era Presiden Joko Widodo. Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat dan banyaknya perusahaan yang tutup menjadi gambaran suram sektor ini. Berbeda jauh dengan masa kejayaan industri tekstil di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Soeharto, yang justru mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan mengalami perkembangan pesat.

Dinamika Industri Tekstil di Era Soekarno

Perjuangan Mengatasi Tekstil Impor

Di masa pemerintahan Soekarno, tekstil dalam negeri mengalami perkembangan yang signifikan. Soekarno melihat sektor ini sebagai salah satu cara untuk mewujudkan ekonomi berdikari, berdiri di atas kaki sendiri. Pada tahun 1933, saat masih di bawah penjajahan, Soekarno mengungkapkan kekesalannya terhadap masuknya tekstil murah dari Jepang yang membuat banyak usaha tekstil milik pribumi bangkrut. Kedatangan barang-barang murah tersebut dianggapnya sebagai ancaman yang bisa menyebabkan ketergantungan dan pada akhirnya menghancurkan industri lokal.

Kebijakan Pro-Industri Tekstil

Setelah Indonesia merdeka, Soekarno memberikan kebebasan bagi pengusaha lokal untuk mengembangkan bisnis tekstil mereka. Pengusaha besar seperti Sudono Salim dan Eka Tjipta Widjaja pernah merasakan manfaat dari kebijakan pro-industri tekstil ini. Pada masa akhir pemerintahannya, Soekarno bahkan membentuk Kementerian Perindustrian Tekstil dan Rakyat yang dipimpin oleh Muhammad Sanusi, meski hanya sebentar.

Pendirian PT Industri Sandang Nusantara

Pada tahun 1961, Soekarno mendirikan PN Industri Sandang yang kemudian berubah menjadi PT Industri Sandang Nusantara (Persero). Perusahaan negara ini diharapkan mampu meningkatkan produksi tekstil dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, pada 17 Maret 2023, Presiden Jokowi membubarkan PT Industri Sandang Nusantara melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2023, menandai berakhirnya era perusahaan negara ini.

Soeharto dan Kejayaan Industri Tekstil Indonesia

Fokus pada Industri Non-Migas

Saat Soeharto mengambil alih kursi kepresidenan, industri tekstil tetap mendapat perhatian meskipun fokus awal pemerintah Orde Baru adalah sektor pertambangan dan migas. Namun, seiring waktu, pemerintah menyadari pentingnya diversifikasi ekonomi dan mulai menitikberatkan pada ekspor non-migas, termasuk tekstil.

Deregulasi dan Liberalitas Ekonomi

Kebijakan deregulasi yang diterapkan Soeharto pada 1980-an memberikan angin segar bagi industri tekstil. Tarif dan hambatan perdagangan dikurangi, peraturan-peraturan asing diliberalisasi, dan reformasi sektor finansial dilakukan. Langkah-langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia, termasuk tekstil.

Pertumbuhan Eksponensial Industri Tekstil

Akibat dari kebijakan pro-industri ini, industri tekstil Indonesia mengalami pertumbuhan pesat. Pada periode 1978-1980, muncul sekitar 120 proyek tekstil baru dengan investasi tahunan mencapai Rp80 miliar. Ekspor tekstil melonjak 250%, dengan nilai ekspor mencapai US$34 juta di awal 1980 dan diprediksi meningkat menjadi US$50 juta pada akhir tahun. Proteksi pemerintah terhadap industri dalam negeri dan upaya negosiasi dengan negara lain, seperti Inggris, juga turut berkontribusi terhadap kesuksesan ini.

Industri Tekstil di Era Jokowi: Tantangan dan Kehancuran

Menurunnya Daya Saing

Berbeda dengan masa Soekarno dan Soeharto, tekstil di era Jokowi menghadapi banyak tantangan. Daya saing yang menurun, biaya produksi yang tinggi, dan ketergantungan pada bahan baku impor menjadi beberapa faktor utama yang menyebabkan banyak perusahaan tekstil gulung tikar. Kondisi ini diperparah dengan kebijakan ekonomi yang kurang mendukung sektor ini.

PHK Massal dan Penutupan Pabrik

Meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik tekstil menjadi pemandangan umum di era Jokowi. Banyak pekerja kehilangan mata pencaharian, dan industri tekstil yang dulu berjaya kini berada di ambang kehancuran. Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada industri ini seringkali dianggap sebagai penyebab utama dari masalah tersebut.

Upaya Pemulihan yang Belum Optimal

Meski ada beberapa upaya pemerintah untuk memulihkan industri tekstil, hasilnya belum optimal. Program-program bantuan dan insentif seringkali tidak mencapai sasaran, dan masih banyak perusahaan yang kesulitan bertahan di tengah persaingan global yang semakin ketat. Tantangan ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih terfokus dan terarah untuk menghidupkan kembali industri tekstil yang rontok ini.

Kesimpulan

Industri tekstil Indonesia mengalami masa keemasan di bawah pemerintahan Soekarno dan Soeharto, dengan kebijakan pro-industri yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan sektor ini. Namun, di era Jokowi, industri ini menghadapi banyak tantangan yang menyebabkan kehancuran dan penurunan daya saing. Perlu adanya kebijakan yang lebih mendukung dan berfokus pada pemulihan industri tekstil untuk mengembalikan kejayaannya seperti masa lalu.

Artikel ini di tulis oleh: https://uzone21.com/

Exit mobile version