Ligamen Artifisial
Ligamen Artifisial – Penggunaan ligamen artifisial dalam operasi rekonstruksi lutut mulai membuka babak baru dunia ortopedi di Indonesia. Teknologi ini menawarkan pendekatan berbeda dalam menangani cedera ligamen, terutama pada pasien aktif dan atlet yang membutuhkan pemulihan lebih singkat tanpa mengorbankan jaringan tubuh lain.
Terobosan tersebut baru-baru ini ditandai dengan pelaksanaan operasi rekonstruksi ligamen lutut menggunakan ligamen buatan di RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan. Prosedur ini diklaim sebagai implementasi klinis perdana ligamen artifisial untuk lutut di Indonesia, sekaligus menjadi bagian dari kegiatan ilmiah bertajuk Introductory Lecture and Live Surgery: Artificial Ligament for Knee Ligament Reconstruction.
Operasi dilakukan dalam format live surgery dan melibatkan kolaborasi dokter spesialis ortopedi Indonesia dengan pakar internasional. Hadir sebagai pembicara dan operator tamu adalah Tao Kun, dokter ortopedi senior dari Tenth People’s Hospital yang berafiliasi dengan Tongji University, Shanghai, Tiongkok.
Pendekatan Baru dalam Rekonstruksi Ligamen Lutut
Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi RS Premier Bintaro, dr. Sapto Adji Hardjosworo, SpOT(K), menjelaskan bahwa ligamen artifisial dirancang untuk memberikan stabilitas mekanis sejak fase awal pascaoperasi. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang mengandalkan tendon pasien sendiri sebagai pengganti ligamen yang putus.
“Penggunaan ligamen artifisial merupakan pendekatan baru dalam penanganan cedera ligamen lutut. Tujuannya untuk memberikan stabilitas sendi yang optimal dan mendukung proses pemulihan yang lebih cepat pada pasien tertentu,” ujar Sapto dalam keterangan resminya, Jumat (20/12/2025).
Dalam teknik konvensional, dokter biasanya mengambil jaringan tendon dari bagian tubuh lain, seperti belakang paha atau betis, untuk menggantikan ligamen yang rusak. Prosedur ini efektif, tetapi menyisakan konsekuensi berupa pengorbanan jaringan sehat di lokasi donor.
Tantangan Metode Lama dan Keterbatasan Donor
Menurut Sapto, metode autograft—menggunakan jaringan tubuh sendiri—selama ini menjadi standar dalam rekonstruksi ligamen lutut. Namun, cara tersebut tidak sepenuhnya ideal bagi semua pasien, terutama atlet yang menuntut performa fisik maksimal setelah pulih.
“Secara tidak langsung ada bagian tubuh yang ‘dikorbankan’ untuk mengganti ligamen yang putus. Pada sebagian pasien, ini bisa memengaruhi kekuatan atau fungsi otot tertentu,” jelasnya.
Alternatif lain sebenarnya adalah menggunakan jaringan donor dari orang yang telah meninggal (allograft). Namun, teknologi dan sistem bank jaringan di Indonesia belum berkembang luas, ditambah risiko infeksi dan penolakan tubuh yang relatif lebih tinggi.
Di sinilah ligamen artifisial mulai dilirik sebagai solusi. Teknologi ini menggunakan material sintetis biokompatibel yang dirancang agar dapat diterima tubuh manusia tanpa memicu reaksi penolakan berlebihan.
Banyak Digunakan di Luar Negeri
Tao Kun bukan nama baru dalam pengembangan dan penerapan ligamen artifisial. Sebagai dokter senior di Tenth People’s Hospital Shanghai, ia telah menangani berbagai kasus rekonstruksi ligamen dengan teknologi ini, sekaligus aktif dalam kegiatan riset dan pelatihan bedah ortopedi di berbagai negara.
Dalam forum ilmiah tersebut, Tao Kun memaparkan bahwa ligamen artifisial telah digunakan secara luas di Tiongkok, terutama pada pasien dengan kebutuhan pemulihan cepat. Beberapa publikasi ilmiah internasional juga mencatat bahwa ligamen buatan modern memiliki kekuatan tarik tinggi dan stabilitas yang konsisten sejak awal pemasangan.
Meski demikian, Tao menekankan bahwa pemilihan pasien tetap menjadi faktor kunci. Ligamen artifisial tidak serta-merta menggantikan semua metode lama, melainkan menjadi opsi tambahan dalam spektrum penanganan cedera lutut.
Cedera Ligamen: Masalah yang Sering Terjadi
Kasus cedera ligamen lutut tergolong tinggi di Indonesia, terutama akibat aktivitas olahraga. Sapto menyebut hampir setiap hari dokter ortopedi menangani kasus serupa, meski belum ada data nasional yang terdokumentasi secara resmi.
“Kalau mengacu pada praktik sehari-hari dan diskusi dengan sejawat, hampir tidak ada hari tanpa operasi rekonstruksi ligamen lutut. Jumlahnya memang sangat banyak,” ujarnya.
Olahraga seperti sepak bola, bola basket, dan bulu tangkis menjadi penyumbang utama cedera ini. Ketiganya menuntut kelincahan, perubahan arah cepat, dan lompatan, yang meningkatkan risiko robekan ligamen, terutama anterior cruciate ligament (ACL).
Data dari organisasi internasional seperti World Health Organization (WHO) juga menyebutkan bahwa cedera muskuloskeletal akibat olahraga menjadi salah satu penyebab utama gangguan aktivitas fisik pada usia produktif.
Harapan Pemulihan Lebih Singkat
Salah satu keunggulan yang paling menarik dari ligamen artifisial adalah potensi pemulihan yang lebih cepat. Jika pada metode konvensional pasien umumnya membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk kembali beraktivitas penuh, penggunaan ligamen buatan diklaim dapat memangkas waktu tersebut.
“Harapannya, pasien yang biasanya baru bisa kembali dalam enam bulan, dengan teknologi ini bisa pulih dalam waktu sekitar tiga bulan,” kata Sapto.
Namun, ia menegaskan bahwa hasil tersebut tetap bergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi pasien, kepatuhan menjalani rehabilitasi, serta jenis aktivitas yang ingin kembali dilakukan.
Kembali ke Aktivitas dan Profesi
Bagi pasien aktif dan atlet profesional, tujuan utama dari operasi rekonstruksi ligamen bukan sekadar menghilangkan nyeri, tetapi mengembalikan fungsi lutut agar dapat digunakan seperti sebelum cedera.
“Kalau hobinya main bola, dia harus bisa main bola lagi. Kalau atlet basket, harus bisa basket lagi. Dan kalau profesinya atlet, targetnya jelas kembali ke level kompetitif,” ujar Sapto.
Pengalaman penggunaan ligamen artifisial di luar negeri menunjukkan bahwa banyak pasien dapat kembali ke aktivitas olahraga dengan stabilitas lutut yang baik. Meski demikian, evaluasi jangka panjang tetap diperlukan untuk memastikan keamanan dan daya tahan material dalam tubuh manusia.
Transfer Teknologi dan Pengembangan Ke Depan
RS Premier Bintaro mengadopsi teknologi ini melalui kerja sama ilmiah dengan pakar dari Tiongkok. Kegiatan live surgery tidak hanya bertujuan menangani pasien, tetapi juga menjadi sarana transfer pengetahuan bagi dokter bedah ortopedi di Indonesia.
Ke depan, pengembangan ligamen artifisial diharapkan dapat berjalan seiring dengan riset lokal dan regulasi medis nasional. Kementerian Kesehatan RI melalui berbagai kebijakan sebelumnya juga mendorong adopsi teknologi kesehatan berbasis bukti ilmiah dan keselamatan pasien.
Artikel ini menunjukkan bahwa ligamen artifisial bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi juga simbol perubahan pendekatan dalam dunia kedokteran olahraga. Dengan seleksi pasien yang tepat dan pengawasan ketat, teknologi ini berpotensi menjadi opsi penting dalam penanganan cedera lutut di Indonesia.
