Luna Maya Rayakan Cinta di Jakarta: Cerita di Balik Resepsi Kedua Bersama Maxime Bouttier

Luna Maya

Jakarta selalu punya cerita. Dan pada Rabu sore yang hangat, 30 Juli 2025, kota ini menjadi saksi dari babak lanjutan kisah cinta Luna Maya dan Maxime Bouttier. Di tengah hiruk-pikuk ibu kota, pasangan selebritas ini memilih untuk kembali merayakan ikatan suci mereka—bukan karena kewajiban, tetapi karena cinta yang ingin mereka bagi lebih luas.

Sebelumnya, pada sebuah hari yang lebih intim di Bali, keduanya telah mengucap janji setia di hadapan keluarga dan sahabat terdekat. Namun kali ini, suasananya berbeda. Di jantung Jakarta, di Four Seasons Hotel yang megah di kawasan Gatot Subroto, mereka menggelar resepsi kedua dengan aura yang tak kalah hangat—lebih semarak, lebih luas, dan tentu saja, lebih “Jakarta”.

Mengapa Harus Jakarta?

Dalam sebuah sesi bincang santai dengan media, Luna Maya berbagi alasan di balik keputusan untuk mengadakan pesta kedua di ibu kota. “Kami tinggal dan bekerja di Jakarta. Rasanya nggak lengkap kalau nggak berbagi momen bahagia ini juga dengan teman-teman di sini—kolega, rekan kerja, bahkan partner bisnis yang selama ini mendukung kami,” tuturnya sambil tersenyum.

Dan memang, Jakarta bukan sekadar tempat tinggal bagi Luna Maya dan Maxime. Kota ini adalah rumah dalam arti sesungguhnya—ruang di mana impian mereka bertumbuh, tempat mereka membangun karier, dan sekarang, panggung bagi cinta mereka yang sedang bersinar terang.

Tema Sun and Moon, dengan Sentuhan Lapangan Tenis

Kalau pernikahan Bali menampilkan warna-warna alam yang hangat dan intim, maka Jakarta punya nuansa berbeda. Kali ini, Luna Maya dan Maxime tak tanggung-tanggung. Mereka menggaet dua nama besar dalam dunia dekorasi Indonesia: Lotus dan Ti-Roses, untuk menciptakan atmosfer resepsi yang unik.

Tema yang mereka pilih adalah “Sun and Moon”—sebuah metafora visual yang mencerminkan dualitas dan harmoni. “Kami ingin menggambarkan bagaimana dua pribadi yang berbeda bisa saling melengkapi,” kata Luna Maya. Matahari dan bulan, terang dan gelap, maskulin dan feminin—semuanya berpadu dalam tatanan estetika yang elegan namun tetap memiliki nilai personal.

Namun ada satu elemen yang membuat tamu terperangah: sebuah detail yang mungkin tak akan terpikir oleh kebanyakan pasangan. Di tengah dekorasi yang elegan dan serba simetris, terdapat satu elemen tak biasa—lapangan tenis.

“Tenis adalah salah satu hal yang aku suka banget. Jadi, aku minta supaya ada sentuhan itu di tengah dekorasi,” jelas Luna Maya. Sebuah detail kecil, tapi penuh makna. Ia menjelaskan bahwa konsep itu bukan sekadar estetika, tetapi wujud dari identitas mereka sebagai pasangan—saling menerima, saling melengkapi, dengan cara yang tak terduga.

Dress Code Monokrom dan Tamu Tak Terduga

Meski venue dan dekorasi sudah dirancang rapi, ternyata kejutan datang dari hal yang tak bisa dikontrol sepenuhnya: jumlah tamu. Awalnya, pasangan ini hanya menargetkan 500 undangan. Tapi ternyata, jumlah tamu yang hadir membludak hingga hampir 800 orang. “Sejujurnya, ballroom ini hanya muat sekitar 700 orang. Tapi ya… semua datang dengan wajah bahagia, masa kami tolak?” ujar Luna Maya sambil tertawa kecil.

Tentu saja, ada rasa deg-degan yang sempat menghampiri Luna Maya di detik-detik menjelang acara. RSVP yang belum pasti, kemungkinan macet Jakarta, hingga benturan jadwal dengan event lain membuat pasangan ini sempat mempertimbangkan untuk menolak tamu dadakan.

“Tapi akhirnya ya sudah lah… kami terima saja. Kami juga sempat curiga 10–20 persen dari undangan akan batal hadir karena berbagai alasan,” imbuhnya. Namun seperti sudah ditakdirkan, malam itu semua berjalan lancar. Seperti semesta turut memberi restu.

Luna Maya: Simbol Gaya dan Ketegasan

Tak bisa disangkal, Luna Maya bukan hanya ikon hiburan, tapi juga panutan dalam hal keanggunan dan karakter kuat. Dalam resepsi keduanya ini, ia tampil memukau dalam balutan busana monokrom—menyesuaikan dengan dress code yang ditentukan: hitam dan putih.

“Beda dengan acara di Bali yang lebih santai dan penuh warna, kali ini kami ingin tampil lebih formal dan elegan. Tapi tetap ada sisi personal kami di dalamnya,” ujar Luna. Pemilihan warna itu bukan tanpa makna. Hitam dan putih, kontras namun harmonis—seperti bagaimana dua hati yang berbeda bisa berpadu dalam satu perjalanan.

Maxime Bouttier, aktor tampan yang selama ini dikenal dengan gayanya yang tenang namun karismatik, juga tampil serasi di samping Luna Maya. Keduanya menjadi representasi sempurna dari pasangan modern yang tahu apa yang mereka inginkan, tapi tetap tahu bagaimana menghargai nilai-nilai tradisi.

Antara Cinta, Karier, dan Kota yang Tak Pernah Tidur

Yang membuat kisah ini menarik bukan hanya soal pesta mewah atau tamu berlimpah. Tapi bagaimana Luna Maya dan Maxime Bouttier memilih untuk merayakan cinta mereka dengan cara yang paling sesuai dengan siapa mereka—bukan sekadar mengikuti pakem.

Luna Maya, dalam banyak hal, mencerminkan perempuan Indonesia masa kini. Mandiri, tangguh, berkarier cemerlang, tapi tetap menghargai kebersamaan dan kebahagiaan keluarga. Ia bukan hanya selebritas, tapi juga simbol bagaimana seseorang bisa memadukan kehidupan profesional dan personal tanpa kehilangan jati diri.

Jakarta, dengan segala kekacauan dan kemegahannya, menjadi panggung yang pas untuk kisah cinta mereka. Kota ini, yang tak pernah tidur dan selalu bergerak, seakan menjadi metafora perjalanan hubungan Luna Maya dan Maxime—dinamis, penuh tantangan, tapi juga menyimpan kehangatan dan ketulusan yang nyata.

Apa Selanjutnya?

Setelah dua resepsi yang penuh makna—satu di pulau dewata dan satu lagi di jantung ibu kota—apa yang akan datang selanjutnya untuk pasangan ini?

Luna Maya belum memberikan bocoran soal bulan madu atau rencana jangka panjang lainnya. Namun satu hal yang pasti, ia dan Maxime tak hanya merayakan cinta dalam bentuk pesta, tapi juga lewat cara mereka menghadapi hidup bersama—dengan keterbukaan, kreativitas, dan tentu saja, rasa humor yang membuat segalanya lebih ringan.

Bagi para penggemarnya, momen ini bukan hanya soal dua selebritas yang menikah. Tapi juga tentang harapan, tentang kemungkinan cinta yang tetap bisa tumbuh, bahkan ketika sudah lama kita mencarinya.

Dan seperti matahari yang terbit dan bulan yang bersinar di malam hari, Luna Maya dan Maxime Bouttier telah menemukan orbitnya sendiri—berputar bersama, dalam tarian waktu yang tak akan pernah sama.

Exit mobile version