Gerhana Bulan Total 7–8 September 2025: Spektakel “Bulan Merah Darah” di Langit Malam

fenomena gerhana bulan total

Setelah tiga tahun menunggu, fenomena gerhana bulan total akhirnya kembali menyapa langit Indonesia. Tepat pada Minggu malam (7/9/2025) hingga Senin dini hari (8/9/2025), masyarakat dapat menyaksikan bagaimana Bulan purnama berubah perlahan menjadi merah darah. Fenomena ini bukan sekadar tontonan kosmik, melainkan juga pengingat bahwa langit menyimpan drama yang tak pernah habis diceritakan.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), seluruh tahapan gerhana bulan kali ini bisa dinikmati dari sebagian besar wilayah Indonesia. Hanya penduduk di Papua bagian timur yang tidak bisa menyaksikan fase akhir, karena Bulan keburu terbenam menjelang terbitnya Matahari.

Apa Itu Gerhana Bulan Total?

Gerhana Bulan total terjadi saat Bulan, yang berada di fase purnama, melewati bayangan inti Bumi (umbra). Sinar Matahari yang seharusnya mengenai permukaan Bulan terhalang oleh Bumi, dan cahaya yang lolos melalui atmosfer kita justru membuat Bulan tampak merah. Efek ini sering dijuluki blood moon atau “Bulan merah darah”.

Kepala Laboratorium Bumi dan Antariksa Universitas Pendidikan Indonesia, Judhistira Aria Utama, menjelaskan bahwa fenomena ini istimewa.

“Ini akan menjadi satu-satunya gerhana bulan total yang dapat diamati dari Indonesia sepanjang 2025,” ujarnya, Sabtu (6/9/2025).

Fenomena terakhir serupa yang terlihat jelas di tanah air terjadi pada tahun 2022. Pada Maret 2025 lalu memang ada gerhana bulan, tetapi hanya penumbra, sehingga perubahan cahaya Bulan tampak sangat samar.

Tahapan Gerhana Bulan 7–8 September 2025

Berdasarkan data BMKG, berikut perkiraan waktu tahapan gerhana Bulan total di Jakarta:

  • Gerhana penumbra (GBP) mulai: 22.27 WIB
  • Gerhana sebagian (GBS) awal: 23.27 WIB
  • Puncak totalitas (GBT): 00.30–01.53 WIB
  • GBS akhir: 02.56 WIB
  • Akhir GBP: 03.55 WIB

Artinya, seluruh proses gerhana bulan kali ini memakan waktu sekitar 5 jam 27 menit. Fase totalitas berlangsung cukup lama, yakni 1 jam 22 menit, memberi kesempatan luas bagi masyarakat untuk menikmatinya.

Selama puncak gerhana, Bulan akan tampak merah bata hingga merah tua pekat. Warna ini muncul akibat cahaya Matahari yang melewati atmosfer Bumi dan disaring oleh partikel-partikel di udara. Semakin tinggi polusi atau keberadaan debu vulkanik, semakin pekat warna merah yang muncul.

Bisa Disaksikan di Mana Saja?

Gerhana bulan total ini akan terlihat dari hampir seluruh bagian Bumi yang sedang mengalami malam. Selain Indonesia, fenomena juga dapat disaksikan dari Asia, Australia, sebagian Eropa, hingga Afrika.

Menurut Time and Date, sekitar 4,9 miliar orang atau hampir 60% populasi dunia berpeluang menyaksikannya. Jumlah ini besar karena jalur gerhana melewati negara-negara padat penduduk, seperti India, China, dan tentu saja Indonesia.

Namun, di wilayah Eropa dan Afrika, gerhana terjadi saat Bulan masih rendah di horizon timur. Pengamat perlu mencari lokasi terbuka agar bisa menikmati fenomena ini. Sementara itu, di Asia dan Australia, posisi Bulan relatif tinggi sehingga lebih nyaman dilihat.

Mengapa Disebut Bulan Merah Darah?

Istilah “blood moon” atau Bulan merah darah bukanlah istilah resmi astronomi. Nama ini populer sejak fenomena tetrad pada 2014–2015, ketika empat gerhana bulan total berturut-turut terjadi dalam dua tahun.

Bagi sebagian kelompok, warna merah Bulan dianggap memiliki makna spiritual atau simbolis. Misalnya, dalam teks-teks agama, disebutkan Bulan yang berubah merah darah sebagai pertanda datangnya hari besar atau bencana. Namun, bagi astronom, ini adalah efek ilmiah dari interaksi cahaya Matahari dengan atmosfer Bumi.

“Warna Bulan saat puncak gerhana bisa menjadi indikator tingkat kebersihan atmosfer,” jelas Judhistira. Semakin bersih atmosfer, warna merah tampak lebih terang; semakin kotor, warnanya cenderung gelap kehitaman.

Fenomena Spesial: Bulan di Perigee

Gerhana kali ini juga semakin menarik karena terjadi hanya beberapa hari sebelum Bulan mencapai titik terdekat dengan Bumi (perigee) pada 10 September 2025. Jarak Bulan saat itu sekitar 364.773 km, lebih dekat dari rata-rata 384.400 km.

Akibatnya, Bulan akan tampak sedikit lebih besar dari biasanya. Perpaduan gerhana total dengan Bulan dekat perigee membuatnya kian memesona, seolah alam semesta sengaja menyiapkan panggung raksasa untuk kita.

Pelajaran dari Langit Malam

Fenomena gerhana Bulan total bukan hanya suguhan visual, tetapi juga sarana edukasi. Anak-anak bisa belajar tentang tata surya, bayangan Bumi, dan cahaya Matahari melalui tontonan alami ini.

Bagi pecinta langit, gerhana sering dianggap sebagai momen refleksi. Ada yang memandangnya sebagai simbol siklus, ada pula yang sekadar menikmati keindahannya. Terlepas dari itu, menyaksikan gerhana selalu menghadirkan rasa kagum pada kebesaran kosmos.

Astronom amatir Avivah Yamani, pendiri Komunitas Langit Selatan, menyarankan agar masyarakat tidak melewatkan kesempatan ini.

“Gerhana Bulan total tidak selalu terjadi setiap tahun. Jadi, momen 7–8 September nanti adalah saat tepat untuk keluar rumah dan menikmati keindahannya,” katanya.

Tips Menyaksikan Gerhana dengan Aman

  • Cari lokasi terbuka dengan horizon timur dan barat yang lapang.
  • Gunakan kamera atau teleskop jika ingin mengabadikan detail.
  • Ajak keluarga atau komunitas, karena menyaksikan bersama membuat pengalaman lebih berkesan.
  • Tidak perlu kacamata khusus, berbeda dengan gerhana Matahari, gerhana Bulan aman dilihat dengan mata telanjang.
  • Cek prakiraan cuaca, agar tidak kecewa bila langit mendung.

Penutup

Langit selalu punya cerita, dan kali ini ia menghadirkan gerhana Bulan total 7–8 September 2025. Dari malam Minggu hingga dini hari Senin, jutaan pasang mata akan menatap langit yang berubah, menyaksikan Bulan purnama perlahan diselimuti bayangan Bumi, lalu bersinar merah darah.

Fenomena ini bukan sekadar tontonan, tapi juga pengingat bahwa kita hanyalah bagian kecil dari alam semesta yang luas. Jadi, siapkan malam Anda, arahkan pandangan ke langit, dan biarkan Bulan merah darah menuturkan kisahnya.

Exit mobile version