Bisnis  

Nilai Tukar Rupiah Menguat Perkasa: Ini Faktor yang Bikin Dolar AS Tertekan

Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah terus menunjukkan performa impresif dalam beberapa hari terakhir. Sejak Rabu (10/9/2025), rupiah konsisten menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), mencatat tren positif yang menarik perhatian pelaku pasar.

Data Refinitiv pada Jumat (12/9/2025) pukul 10.00 WIB menunjukkan rupiah diperdagangkan di level Rp16.385 per dolar AS, menguat 0,43% dibandingkan penutupan sebelumnya. Kenaikan ini menandai tren positif beruntun selama tiga hari, sekaligus membalikkan pelemahan yang sempat terjadi pasca-reshuffle kabinet awal pekan ini.

Nilai Tukar Rupiah Bangkit Pasca Reshuffle Kabinet

Penguatan rupiah tidak lepas dari dinamika politik dalam negeri. Pada Senin (8/9/2025), Presiden mengumumkan reshuffle kabinet Merah Putih. Saat pengumuman berlangsung, pasar valuta asing sudah tutup, sehingga efeknya baru terasa keesokan harinya.

Pada Selasa (9/9/2025), rupiah sempat tertekan hingga mendekati level psikologis Rp16.500 per dolar AS, dan ditutup melemah 1,04% di Rp16.470 per dolar AS. Namun, hanya butuh dua hari untuk rupiah kembali pulih. Sejak Rabu, arus optimisme pelaku pasar mulai mengalir, didukung kombinasi faktor eksternal dan domestik.

Pelemahan Indeks Dolar AS Jadi Pendorong Utama

Faktor eksternal utama yang menopang nilai tukar rupiah adalah pelemahan indeks dolar AS.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS (Bureau of Labor Statistics/BLS) melaporkan, inflasi Amerika Serikat melalui Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) naik 0,4% secara bulanan pada Agustus. Angka ini lebih tinggi dibandingkan 0,2% pada Juli. Secara tahunan, inflasi berada di level 2,9%.

Namun, perhatian pasar justru tertuju pada data pengangguran. Klaim tunjangan pengangguran melonjak 27.000 menjadi 263.000, level tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Josh Jamner, analis strategi investasi senior ClearBridge Investments, menilai tren ini bisa menggeser fokus bank sentral AS. “Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, rilis CPI justru tertutupi oleh data pengangguran. Lonjakan klaim tunjangan pengangguran menjadi sinyal bahwa The Fed akan tetap fokus pada mandat lapangan kerja,” ujarnya.

Ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga semakin menguat. Bagi pasar negara berkembang seperti Indonesia, hal ini menjadi sentimen positif. Modal asing berpotensi kembali masuk, memperkuat nilai tukar rupiah.

Proyeksi Positif Hingga Akhir Tahun

Sejumlah ekonom memandang penguatan rupiah tidak akan berhenti dalam jangka pendek. Menurut Ahmad Mikail Zaini, pengamat ekonomi dari Sucor Sekuritas, tren ini bisa berlanjut hingga akhir 2025.

“Sampai akhir tahun rupiah berpotensi terus menguat, karena The Fed akan memangkas bunga secara agresif,” jelasnya.

Jika benar terjadi, pemangkasan suku bunga AS akan memperkecil imbal hasil instrumen dolar, sehingga investor lebih melirik aset negara berkembang, termasuk obligasi rupiah.

BACA JUGA: Nilai Tukar Rupiah Lagi Merenung: Tersungkur di Rp15.561 Pagi Ini!

Pasar Domestik Tenang dengan Menteri Baru

Selain faktor global, kondisi dalam negeri juga berperan penting. Pergantian Menteri Keuangan dinilai memberikan kepercayaan baru bagi pasar.

Purbaya Yudhi Sadewa, yang kini menjabat sebagai Menteri Keuangan, disebut membawa “angin segar” dalam arah kebijakan fiskal.

Fakhrul Fulvian, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, menyebut Purbaya sebagai “Menteri Reflasi.” Menurutnya, strategi meningkatkan likuiditas perbankan adalah langkah tepat untuk menghidupkan kembali ekonomi.

“Misi utama Bapak Purbaya adalah melakukan reflasi perekonomian. Reflasi berarti pemerintah secara terkoordinasi meningkatkan permintaan agregat lewat stimulus fiskal, agar ekonomi tumbuh ke tingkat yang seharusnya,” ujar Fakhrul.

Ia menambahkan, belanja besar-besaran di sektor produktif, seperti program MBG, Koperasi Merah Putih, dan pembangunan rumah rakyat, akan menjadi kunci. Dengan kebijakan ini, daya beli masyarakat diharapkan meningkat, lapangan kerja tercipta, dan roda perekonomian berputar lebih cepat.

Belajar dari Sejarah Reflasi

Kebijakan reflasi bukan hal baru. Fakhrul mencontohkan Amerika Serikat pada 1930-an yang menggunakan belanja fiskal besar-besaran untuk keluar dari Depresi Besar. Jepang pun sempat mengadopsi kebijakan serupa melalui Abenomics yang fokus mendorong konsumsi dan investasi.

Indonesia, menurutnya, berada di momentum serupa. Koordinasi erat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan pemerintah menjadi syarat mutlak agar reflasi berjalan efektif.

“Reflasi untuk rakyat adalah kunci. Ketika rakyat merasakan perbaikan daya beli, pendapatan pajak, perekonomian, dan kestabilan keuangan bisa dicapai,” pungkasnya.

Peran Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) juga memiliki peran vital dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Melalui intervensi pasar valuta asing dan kebijakan suku bunga acuan, BI berusaha memastikan fluktuasi rupiah tetap terkendali.

Dalam laporan terbarunya, BI menegaskan komitmen menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian global. BI menyatakan tetap siap menyesuaikan instrumen moneter bila dibutuhkan untuk mendukung stabilitas rupiah.

Prospek Jangka Menengah

Ke depan, nilai tukar rupiah masih akan dipengaruhi oleh dinamika global. Keputusan The Fed terkait suku bunga, harga komoditas, serta ketegangan geopolitik bisa menjadi faktor penentu. Namun, dengan kombinasi stimulus fiskal dalam negeri dan ekspektasi pemangkasan bunga di AS, prospeknya tetap positif.

Menurut catatan Bank Dunia, Indonesia masih memiliki fundamental ekonomi yang relatif kuat dibanding banyak negara berkembang lain. Defisit transaksi berjalan terkendali, inflasi domestik stabil, dan cadangan devisa tetap tinggi.

Kesimpulan Nilai Tukar Rupiah

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa hari terakhir bukanlah kebetulan. Faktor eksternal seperti pelemahan indeks dolar akibat lonjakan pengangguran AS berpadu dengan faktor internal berupa pergantian Menteri Keuangan dan kebijakan reflasi yang pro-rakyat.

Jika tren ini berlanjut, rupiah berpotensi menjadi salah satu mata uang emerging markets yang paling tangguh hingga akhir 2025.

Exit mobile version