Bisnis  

Usulan Penurunan Tarif Cukai Rokok, Begini Respons Menkeu Purbaya

Cukai Rokok

Pemerintah tengah menghadapi dinamika besar terkait kebijakan cukai rokok. Isu penurunan tarif cukai hasil tembakau (CHT) muncul ke permukaan setelah kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di salah satu pabrik rokok besar di Jawa Timur.

Di tengah perdebatan itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa keputusan terkait tarif CHT untuk tahun depan belum final. Ia menyebut, kementeriannya masih melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan langkah yang tepat.

“Kebijakan tarif CHT harus berbasis studi lapangan. Kami perlu melihat secara menyeluruh bagaimana penerapan di industri dan dampaknya terhadap penerimaan negara,” ujar Purbaya dalam keterangannya, Selasa (16/9/2025).

Cukai Rokok: Antara Penerimaan Negara dan Industri

Cukai rokok memegang peran vital dalam struktur fiskal Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, lebih dari 95% penerimaan cukai nasional berasal dari hasil tembakau. Angka ini menjadikan rokok sebagai salah satu penopang utama APBN.

Namun, kebijakan tarif cukai tidak hanya soal penerimaan negara. Pemerintah juga mempertimbangkan dampaknya terhadap tenaga kerja dan industri, mengingat sektor tembakau melibatkan jutaan pekerja dari hulu hingga hilir.

Di sisi lain, kenaikan tarif cukai yang agresif dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan tekanan bagi pabrikan, terutama skala menengah dan kecil. Sejumlah asosiasi industri menyebut tingginya beban cukai berpotensi mengurangi daya saing dan mempercepat PHK.

Ancaman Rokok Ilegal

Selain beban tarif, isu lain yang tak kalah penting adalah peredaran rokok ilegal. Fenomena ini kerap menjadi alasan mengapa industri resmi merasa tertekan.

Menurut catatan Bea Cukai, modus yang paling sering ditemukan adalah penggunaan pita cukai palsu dan penjualan rokok tanpa pita. Praktik ini merugikan negara sekaligus melemahkan industri yang patuh aturan.

Purbaya menyoroti masalah ini secara serius. Ia bahkan menyebut perlu ada penertiban menyeluruh agar kebocoran penerimaan negara bisa ditekan.

“Kalau saya bisa bereskan rokok ilegal, berapa tambahan penerimaan negara yang masuk? Dari situ kita bisa menentukan arah kebijakan cukai ke depan,” kata Purbaya.

Usulan Penurunan Tarif di Tengah PHK

Isu penurunan tarif cukai rokok mencuat setelah muncul kabar PHK massal di salah satu perusahaan rokok besar di Jawa Timur. Kondisi ini memicu kekhawatiran, mengingat industri hasil tembakau menjadi penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama di sektor padat karya seperti linting manual.

Sebagian pihak menilai bahwa tingginya tarif cukai berkontribusi terhadap kesulitan yang dialami industri. Penurunan tarif dianggap bisa menjadi solusi jangka pendek untuk menjaga keberlangsungan usaha sekaligus melindungi tenaga kerja.

Namun, kebijakan ini tidak sederhana. Di satu sisi, pemerintah membutuhkan penerimaan dari cukai. Di sisi lain, penurunan tarif berpotensi mengurangi kontribusi fiskal.

Pilar Kebijakan CHT

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah menegaskan bahwa arah kebijakan CHT tetap mengacu pada empat pilar utama:

  1. Pengendalian konsumsi – menjaga agar harga rokok tetap berada pada level yang bisa mengurangi konsumsi, khususnya di kalangan remaja.
  2. Penerimaan negara – memastikan cukai tetap memberikan kontribusi signifikan bagi APBN.
  3. Keberlangsungan tenaga kerja – melindungi lapangan kerja di industri tembakau yang melibatkan jutaan pekerja.
  4. Pengawasan rokok ilegal – memperketat pengawasan terhadap peredaran produk ilegal yang merugikan negara.

Kerangka ini menjadi dasar pemerintah dalam merumuskan kebijakan tarif tahun depan, termasuk mempertimbangkan usulan penurunan.

Perspektif Kesehatan Publik

Meski diskursus kebijakan sering berputar pada aspek fiskal dan tenaga kerja, dimensi kesehatan masyarakat tidak bisa diabaikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam berbagai laporannya menekankan bahwa kenaikan harga rokok melalui instrumen cukai adalah cara paling efektif menekan prevalensi merokok.

Di Indonesia, prevalensi perokok masih tergolong tinggi. Data Riskesdas 2018 menunjukkan sekitar 33,8% penduduk usia dewasa adalah perokok. Bahkan, prevalensi merokok pada remaja usia 10–18 tahun masih menunjukkan tren peningkatan.

Badan Kesehatan Dunia menyebut, penyesuaian tarif cukai secara konsisten dapat membantu mengurangi konsumsi rokok dan menurunkan angka penyakit terkait tembakau, seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung.

Menimbang Kepentingan yang Berbeda

Dari sisi industri, penurunan tarif cukai dianggap penting untuk mencegah gelombang PHK lebih besar. Dari sisi kesehatan publik, penurunan tarif justru berpotensi meningkatkan konsumsi rokok, yang pada akhirnya menambah beban biaya kesehatan.

Sementara itu, dari perspektif fiskal, pemerintah harus menjaga keseimbangan penerimaan negara di tengah kebutuhan belanja yang terus meningkat.

Inilah dilema yang dihadapi pemerintah: mencari titik tengah antara kepentingan fiskal, kesehatan, dan keberlangsungan industri.

Apa Selanjutnya?

Menurut Purbaya, keputusan soal tarif CHT tidak akan diambil secara terburu-buru. Pemerintah menunggu hasil kajian lapangan, termasuk evaluasi penerapan tarif tahun ini, perkembangan industri, serta efektivitas pengawasan rokok ilegal.

Langkah ini menunjukkan kehati-hatian pemerintah dalam merespons usulan penurunan tarif. Di tengah kompleksitas masalah, kebijakan yang diambil nantinya diharapkan tidak hanya memberi manfaat jangka pendek, tetapi juga menjaga keberlanjutan dalam jangka panjang.

Penutup

Isu cukai rokok selalu menjadi perbincangan hangat setiap tahun, terutama menjelang penetapan tarif baru. Kali ini, wacana penurunan tarif muncul seiring tekanan yang dihadapi industri.

Namun, pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan bahwa kebijakan tarif akan diputuskan berdasarkan kajian menyeluruh. Dengan begitu, kepentingan fiskal, kesehatan, dan industri bisa dipertimbangkan secara seimbang.

Apapun keputusan yang diambil nanti, satu hal pasti: kebijakan cukai rokok akan selalu menjadi arena tarik-menarik antara kepentingan penerimaan negara, perlindungan tenaga kerja, dan upaya menjaga kesehatan masyarakat.

Exit mobile version